Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Strategi Baru dan Perlunya Dukungan Jokowi Terkait Pengesahan RUU PKS

Kompas.com - 14/08/2020, 08:25 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) telah dikeluarkan dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2020. Meski demikian, Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP-RI) akan segera mengusulkan kembali RUU PKS masuk Prolegnas 2021.

Sekjen KPP-RI Luluk Nur Hamidah mengatakan, pihaknya akan mengumpulkan lima anggota dari fraksi yang berbeda untuk menjadi pengusul. Ia optimistis akan ada fraksi yang akan ikut bergabung menjadi pengusul kembali RUU PKS di Prolegnas 2021.

"Dan waktu kita enggak banyak ya, sampai Oktober. Tapi saya kira dapatlah nanti ada PKB, ada PDIP, kemudiam Nasdem yang dulu agak abu-abu sekarang sudah clear. Kemudian mudah-mudahan Golkar juga demikian," ujar Luluk, kepada Kompas.com, Rabu (12/8/2020).

Baca juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Kenapa RUU PKS Tak Kunjung Disahkan?

Selain itu, kata Luluk, KPP-RI juga akan membentuk kelompok kerja (pokja) yang diisi oleh anggota DPR yang memiliki konsentrasi terhadap RUU PKS. Beberapa Anggota Pokja juga sekaligus menjadi pengusul RUU PKS.

"Kita membuka radar, pengurus di KPP-RI yang menurut kita sangat tepat untuk ada di pokja itu," ucap dia.

Luluk mengakui, pengesahan RUU PKS menjadi Undang-Undang bukan perkara mudah.

Perbedaan ideologi antaranggota DPR membuat pembahasan RUU PKS menjadi terhambat dan akhirnya dikeluarkan dari Prolegnas 2020.

Baca juga: Kaukus Perempuan Parlemen Atur Strategi Terkait Pengesahan RUU PKS

Mengingat adanya penolakan dari beberapa anggota DPR terkait RUU PKS pada pembahasan yang lalu, KPP-RI akan melakukan evaluasi apa saja penyebab RUU tersebut ditolak.

Kemudian menyusun strategi baru agar RUU PKS bisa segera disahkan. Salah satu strategi yang disiapkan yakni mengajak lembaga masyarakat atau organisasi agama untuk menjadi juru bicara pendukung RUU PKS.

"Silakan yang di depan ini sekarang kita kasih kesempatan teman-teman yang memiliki kemampuan narasi yang sangat bagus, mungkin dari temen-temen kelompok agamawan," kata Luluk.

"Agama apa saja tetapi mereka representing, intelektual yang ulama perempuan, mau dia muslim mau non-muslim. Mereka bisa menjadi juru bicara RUU PKS dari perspektif masyarakat sipil," tutur dia.

Baca juga: Kaukus Perempuan Parlemen: Pengesahan RUU PKS Tak Mudah karena Ada Pertarungan Ideologi

Selain itu, Kaukus juga akan melakukan komunikasi dengan seluruh organisasi masyarakat berbasis keagamaan.

"Kemudian ormas-ormas keagamaan itu waktunya juga dia yang justru harus bicara," imbuhnya.

Strategi lain yang akan dilakukan yakni menjalin komunikasi dengan pimpinan partai politik.

Ia pun menekankan bahwa partai politik mendapat mandat dari rakyat, sehingga harus berpihak pada kepentingan rakyat.

Baca juga: Kentalnya Perilaku Patriarki di DPR Dinilai Hambat Pengesahan RUU PKS

"Jadi road show lagi ke partai politik, bertemu dengan ketua-ketua umum partai. Nah ini bisa dilakukan baik KPP-RI dengan masyarakat sipil bersama-sama atau masyarakat sipil melakukannya sendiri juga bisa," ungkapnya.

Perlunya dukungan presiden

Luluk juga berharap Presiden Joko Widodo bisa memberikan dukungan terhadap pengesahan RUU PKS.

Ia menilai, proses pembahasan dan pengesahan RUU PKS akan lebih mudah apabila ada dukungan dari Presiden Jokowi.

"Maka kita meminta, kita mohon juga Pak Jokowi bisa memberikan dukungan seperti beliau meminta dukungan kepada DPR," ujarnya.

Baca juga: Presiden Jokowi Diminta Beri Dukungan pada RUU PKS

 

Luluk mengatakan, RUU PKS juga harus menjadi perhatian Kepala Negara. Sebab, keberadaan RUU tersebut berkaitan dengan perlindungan warga negara.

Mengingat, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) saja tidak cukup untuk melindungi korban kekerasan seksual.

"Ini kan konteksnya bagaimana hak korban kekerasan seksual itu bisa dipenuhi. Kemudian negara hadir untuk bisa memastikan bahwa perlindungan itu bisa diberikan sepenuhnya," tuturnya.

Luluk juga mengatakan, tidak ada alasan lagi untuk menunda pengesahan RUU PKS. Sebab, saat ini Indonesia sudah dalam kondisi darurat kekerasan seksual.

"Hampir katakanlah di atas 400.000 kasus kekerasan seksual yang dirilis oleh Komnas Perempuan. Itu artinya kita ini sudah dalam kondisi darurat kekerasan seksual," kata Luluk.

Baca juga: Catatan Komnas Perempuan, 431.471 Kasus Kekerasan Terjadi Sepanjang 2019

 

Ia mengatakan, kasus kekerasan seskual kian bertambah setiap harinya dan bisa menimpa semua kalangan masyarakat.

Selain itu, kekerasan seksual bisa dilakukan oleh siapa pun, termasuk keluarga atau bahkan atasan di kantor tempat bekerja.

Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, sebanyak 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi sepanjang 2019. Jumlah tersebut naik sebesar 6 persen dari tahun sebelumnya, yakni 406.178 kasus.

"Nah kalau sudah seperti ini maka tidak ada alasan sebenarnya untuk menunda-nunda lagi pengesahan RUU PKS," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com