Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 10 Kesimpulan Hasil Kajian Komnas HAM atas RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 13/08/2020, 22:54 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merekomendasikan Presiden Joko Widodo dan DPR untuk menghentikan pembahasan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.

Rekomendasi penghentian pembahasan tersebut sebagai upaya untuk memberikan penghormatan hingga pemenuhan HAM bagi masyarakat.

"Komnas HAM RI merekomendasikan agar Presiden RI dan DPR RI mempertimbangkan untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja dalam rangka penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM bagi seluruh rakyat Indonesia," ujar Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Sandrayati Moniaga dalam konferensi pers virtual, Kamis (13/8/2020).

Selain itu, ada 10 kesimpulan dari kajian yang dilakukan Komnas HAM pada RUU Cipta Kerja.

Baca juga: Komnas HAM Bakal Sampaikan Kesimpulan Kajian RUU Cipta Kerja ke Presiden dan Pimpinan DPR

Berikut 10 Kesimpulan dari Komnas HAM:

1. Prosedur perencanaan dan pembentukan RUU Cipta Kerja tidak sejalan dengan tata cara atau mekanisme yang telah diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Aturan ini masih berlaku dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

2. Terdapat penyimpangan asas hukum lex superior derogat legi inferior.

Di mana dalam Pasal 170 Ayat (1) dan (2) RUU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah dapat mengubah peraturan setingkat undang-undang jika muatan materinya tidak selaras dengan kepentingan strategis RUU Cipta Kerja.

3. RUU Cipta Kerja akan membutuhkan sekitar 516 peraturan pelaksana yang bertumpu pada kekuasaan dan kewenangan lembaga eksekutif. Sehingga berpotensi memicu terjadinya penyalahgunaan wewenang atau abuse of power.

Hal itu tidak sesuai dengan prinsip peraturan perundang-undangan yang sederhana, efektif, dan akuntabel.

Baca juga: Berpotensi Langgar HAM, Komnas HAM Minta Pembahasan RUU Cipta Kerja Tak Dilanjutkan

4. Tidak ada jenis undang-undang yang lebih tinggi atau superior atas undang-undang lainnya. Sehingga, apabila RUU Cipta Kerja disahkan, seakan-akan ada undang-undang superior.

Hal ini akan menimbulkan kekacauan tatanan hukum dan ketidakpastian hukum.

5. Pemunduran atas kewajiban negara memenuhi hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak sehingga melanggar kewajiban realisasi progresif atas pemenuhan hak-hak sosial dan ekonomi.

6. Pelemahan atas kewajiban negara untuk melindungi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang tercermin dari pembatasan hak untuk berpartisipasi dan hak atas informasi.

Hal ini diantaranya terkait dengan ketentuan yang mengubah Izin Lingkungan menjadi Persetujuan Lingkungan, berkurangnya kewajiban melakukan Amdal bagi kegiatan usaha, hingga berpotensi terjadinya alih tanggung jawab kepada individu.

7. Relaksasi atas tata ruang dan wilayah demi kepentingan strategis nasional yang dilakukan tanpa memerlukan persetujuan atau rekomendasi dari institusi atau lembaga yang mengawasi kebijakan tata ruang dan wilayah, sehingga membahayakan keserasian dan daya dukung lingkungan hidup.

Baca juga: Komnas HAM Khawatir Terjadi Abuse of Power jika RUU Cipta Kerja Disahkan

8. Pemunduran atas upaya menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas kepemilikan tanah melalui perubahan UU Nomor 2 Tahun 2012 terkait dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

9. Pemunduran atas upaya pemenuhan hak atas pangan dan ketimpangan akses dan kepemilikan sumber daya alam terutama tanah antara masyarakat dengan perusahaan (korporasi).

Hal ini di antaranya terkait dengan penghapusan kewajiban pembangunan kebun plasma untuk masyarakat minimal 20 persen dari luasan izin HGU, pembentukan Bank Tanah yang akan menjadikan lahan sekadar kepentingan komoditas ekonomi dengan luasan pengelolaan tanah yang tidak dibatasi dan jangka waktu hak yang diberikan selama 90 tahun.

10. Politik penghukuman dalam RUU Cipta Kerja bernuansa diskriminatif, karena lebih menjamin kepentingan sekelompok orang atau kelompok pelaku usaha atau korporasi. Sehingga mencederai hak atas persamaan di depan hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com