Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Khawatir Terjadi "Abuse of Power" jika RUU Cipta Kerja Disahkan

Kompas.com - 13/08/2020, 16:09 WIB
Irfan Kamil,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI Sandrayati Moniaga menilai, peraturan pelaksana dalam Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja terlalu banyak.

Sandrayati menyebutkan, setidaknya terdapat 516 peraturan pelaksana dalam RUU Cipta Kerja.

"Kami melihat bahwa undang-undang ini sangat gemuk dengan perintah untuk membuat peraturan pelaksana. Bisa dibayangkan 516 peraturan pelaksana yang harus dibuat dari dari RUU ini," kata Sandrayati dalam konferensi pers, Kamis (13/8/2020).

Menurut Sandrayati, banyaknya peraturan pelaksana membuat kewenangan eksekutif menjadi lebih besar.

Baca juga: Sebut RUU Cipta Kerja Bermasalah, Komnas HAM: Indonesia Tak Kenal Undang-undang Payung

"Ketika peraturan pelaksana itu ditetapkan oleh eksekutif, ini ada pemberian kewenangan yang luar biasa kepada eksekutif yang berpotensi terjadi abuse of power," ujar Sandrayati.

"Jadi, segala hal yang tadinya diatur dalam undang-undang yang disusun bersama DPR dan pemerintah beralih sebagian besar materinya ke peraturan pelaksana dan perpres (peraturan presiden). Bayangkan betapa besar kekuasaan dari eksekutif untuk membuat turunan dari RUU ini nanti," lanjut dia.

Selain itu, Sandrayati mengatakan, ada permasalahan lain dalam Omnibus Law RUU Cipta kerja.

Salah satunya, Indonesia tidak mengenal undang-undang payung (umbrella act).

Menurut dia, turunan langsung Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah undang-undang (UU).

Baca juga: KPA Sebut RUU Cipta Kerja Berpotensi Memperparah Konflik Agraria

"Indonesia tidak mengenal undang-undang payung, dalam Undang-Undang 12 Tahun 2001 tentang pembentukan peraturan perundangan, kita tahu di bawah Undang-Undang Dasar itu langsung ke undang-undang," ungkap Sandrayati.

Oleh karena itu, Sandrayati mempertanyakan kedudukan RUU Cipta Kerja ketika nanti sudah disahkan.

Sebab, RUU Cipta Kerja diperlakukan seperti undang-undang payung.

"Tidak ada istilah undang-undang payung. Kalau nanti ada, undang-undang ini statusnya di mana? Bagaimana kedudukan dari Undang-Undang Cipta Kerja ini nantinya ketika dia diperlakukan seperti undang-undang payung?" tutur dia.

Selain itu, RUU Cipta Kerja juga melanggar aspek prosedural.

Baca juga: Pembahasan RUU Cipta Kerja Berlanjut, YLBHI: DPR Tak Dengarkan Aspirasi Rakyat

Sandrayati juga memberikan penekanan pada keberadaan RUU ini yang melanggar UU sektoral.

"Kita bisa lihat dari masalah proses penyusunannya yang tidak partisipatif, kemudian ada beberapa asas hukum maupun beberapa asas dari beberapa undang-undang sektoral yang dilanggar," ujar dia.

Untuk diketahui, Komnas HAM mencermati dan memperhatikan berbagai aspirasi kelompok masyarakat terkait dengan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang berpotensi mengancam penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM.

Berdasarkan mandat dan wewenang Pasal 89 ayat (1) huruf b UU HAM, Komnas HAM RI telah melakukan pengkajian atas Omnibus Law RUU Cipta Kerja, di mana kesimpulan dan rekomendasinya akan disampaikan kepada Presiden RI dan DPR RI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com