JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus kekerasan seksual semakin marak terjadi di Indonesia. Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, sebanyak 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi sepanjang 2019. Jumlah tersebut naik sebesar 6 persen dari tahun sebelumnya, yakni 406.178 kasus.
Melihat kondisi tersebut, Sekretaris Jenderal Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP-RI) Luluk Nur Hamidah menilai, sudah tidak ada alasan bagi DPR untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Menurut dia, saat ini Indonesia sudah dalam kondisi darurat kekerasan seksual.
"Hampir katakanlah di atas 400.000 kasus kekerasan seksual yang dirilis oleh Komnas Perempuan. Itu artinya kita ini sudah dalam kondisi darurat kekerasan seksual," kata Luluk kepada Kompas.com, Rabu (12/8/2020).
Baca juga: Catatan Komnas Perempuan, 431.471 Kasus Kekerasan Terjadi Sepanjang 2019
Luluk mengatakan, kasus kekerasan seskual memang kian bertambah setiap harinya dan bisa menimpa semua kalangan masyarakat.
Selain itu, kekerasan seksual bisa dilakukan oleh siapa pun, termasuk keluarga atau bahkan atasan di kantor tempat bekerja.
Menurut Luluk, selama ini substansi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak cukup untuk memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
Oleh karena itu, ia menilai tidak ada alasan lagi untuk menunda pengesahan RUU PKS yang aturan hukumnya bersifat khusus (lex specialis).
"Nah kalau sudah seperti ini maka tidak ada alasan sebenarnya untuk menunda-nunda lagi pengesahan RUU PKS," ujar dia.
Namun pada kenyataannya, RUU PKS justru dikeluarkan dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
Faktor penghambat
Luluk mengatakan, pembahasan untuk mengesahkan RUU PKS di DPR memang tidak mudah. Menurut dia, adanya perbedaan ideologi atau paham berpikir antara anggota DPR menyulitkan pengesahan RUU tersebut.
"Untuk pengesahan RUU ini juga tidak mudah karena memang enggak bulat suaranya di DPR. Kenapa tidak bulat? Ternyata yang melihat soal kekerasan seksual ini enggak sama," ujar Luluk.
"Ada pertarungan ideologi di parlemen, membuat RUU ini mengalami hambatan yang luar biasa," tutur dia.
Baca juga: Kaukus Perempuan Parlemen: Pengesahan RUU PKS Tak Mudah karena Ada Pertarungan Ideologi
Akibatnya, kata Luluk, ada fraksi yang selalu mempermasalahkan beberapa frasa dalam RUU PKS. Fraksi yang menolak menganggap sejumlah frasa bertentangan dengan keyakinan mereka.