"Pasal ketentuan mundurnya anggota DPR ini, itu dari awal sampai mau diputusnya undang-undang itu, masih alot terus sampai akhirnya kami dipaksa karena fraksi diperintahkan untuk ikuti yang ada di pemerintah, tapi suasana kebatinannya, semuanya ini adalah menolak," kata Arteria.
Baca juga: Mendagri Tito: Petahana yang Tak Serius Tangani Covid-19 Tidak Usah Dipilih
Sebelumnya diberitakan, ketentuan mengenai syarat anggota DPR/DPD/DPRD mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai calon kepala daerah yang dimuat Undang-undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Penggugat adalah anggota DPR Anwar Hafid serta anggota DPRD Sumatera Barat Arkadius Dt. Intan Bano.
Keduanya menilai bahwa syarat pengunduran diri dalam Pasal 7 Ayat (2) UU tersebut bertentangan dengan asas kesamaan kedudukan warga negara yang diatur UUD 1945.
Penggugat membandingkan dengan calon petahana yang hanya wajib cuti saat kampanye ketika telah ditetapkan sebagai calon kepala daerah.
"Bahwa dalam konteks keadilan dalam pencalonan kepala daerah, jabatan anggota legislatif seyogianya dipersamakan dengan calon petahana (incumbent), yang potensi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaannya sangat besar, namun hanya diwajibkan untuk mengambil cuti di luar tanggungan negara pada saat kampanye," bunyi petikan permohonan dikutip dari berkas permohonan perkara di laman resmi Mahkamah Konstitusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.