"Mudah-mudahan kalo berkenan inovasi Jawa Barat ini juga bisa menjadi sebuah terobosan untuk memastikan tingkat pengetesan tidak hanya berkumpul di daerah kepadatan kota," ujar dia.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menilai, pemerintah pusat memang perlu turun tangan untuk membantu daerah yang kemampuan tesnya belum maksimal.
Sebab, tiap daerah memang memiliki kemampuan berbeda baik dari segi anggaran, sumber daya manusia, hingga fasilitas kesehatan.
Baca juga: Kepala BNPB: Sinergi Pusat dan Daerah Percepat Penanganan Covid-19
"Tiap daerah kan PAD (pendapatan asli daerah) beda, SDM beda, jumlah lab beda, itu masalah lagi," kata Tri kepada Kompas.com, Rabu (12/8/2020).
Tri mengingatkan bahwa ketimpangan tes antar daerah ini bisa berdampak buruk bagi penanganan Covid-19 secara nasional.
Sebab, bisa jadi zonasi yang sudah ditetapkan oleh Satgas Covid-19 tidak akurat.
Misalnya, ada daerah yang terlihat aman karena minim kasus sehingga masyarakat abai dengan protokol kesehatan.
Namun, sebenarnya di daerah itu terdapat banyak orang yang positif Covid-19. Hanya saja tidak terdeteksi karena minimnya kemampuan testing.
Baca juga: [HOAKS] Data BIN Tetapkan Jakarta Zona Hitam Covid-19
"Dengan ketimpangan (tes) ini zonasi menjadi tanda tanya. Apakah benar yang (zona) kuning itu memang kuning atau risiko rendah," kata dia.
Oleh karena itu, ia meminta ada standar yang ditetapkan pemerintah bagi tiap daerah dalam meningkatkan kapasitas testing ini.
Standar yang dimaksud, yakni mulai dari jumlah laboratorium, alat tes PCR, hingga petugas kesehatan.
"Bagaimana penyeragaman ini dilakukan, harus ada intervensi dari kemenkes, provinsi standarnya harus seperti apa, kabupaten sepeti apa," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.