Sementara itu, menurut Patrick, kasus kekerasan seksual tak hanya berupa kekerasan dalam bentuk fisik, tetapi juga bisa terjadi dalam bentuk verbal.
Di tengah situasi pandemi Covid-19 seperti yang terjadi pada saat ini, pemerintah telah menerapkan aturan pembelajaran jarak jauh bagi seluruh satuan pendidikan.
Meski interaksi fisik antar siswa akhirnya terbatas, bukan berarti kekerasan seksual tidak bisa terjadi. Seperti salah satu kasus yang terjadi pada sesama siswa di Surabaya.
Baca juga: Menteri PPPA: Upaya Pengesahan RUU PKS Bukti Pemerintah Lindungi Rakyat
Korban diminta pacarnya mengirimkan foto, video tanpa busana, dan telepon seks. Karena kejadiannya terjadi di rumah, pihak sekolah susah menindaklanjuti dan membantu memperjuangkan hak korban.
"Kasus kekerasaan seksual di lingkup relasi satuan pendidikan merupakan fenomena gunung es. Ada tidaknya pandemi, kasus terus terjadi," kata Patrick seperti dilansir dari Kompas.id.
Menurut dia, hukum positif yang ada saat ini masih abstrak dan belum memberikan solusi konkret kepada korban kasus kekerasan seksual.
Misalnya, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Baca juga: Berkaca dari Kasus di Bintaro, LPSK Ajak Korban Pemerkosaan Berani Melapor
Lain halnya, sebut Patrick, dengan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Ia menilai, RUU ini sebagai ius constituendum atau hukum yang akan ditetapkan memiliki cakupan spesifik, konkret, dan jelas.
Sebagai gambaran, di dalam RUU tersebut, kekerasan seksual meliputi antara lain pelecehan, eksploitasi seksual, pemaksaan aborsi hingga pemerkosaan.
RUU PKS mendesak
Merujuk data LPSK, angka laporan kekerasan seksual yang diterima mereka terus meningkat sejak 2016.
Pada tahun 2016, jumlah permohonan perlindungan dari kasus kekerasan seksual mencapai 66 permohonan. Sedangkan pada 2017 naik menjadi 111 permohonan.
Kenaikan kembali terjadi pada 2018 dan 2019, masing-masing 284 permohonan dan 373 permohonan.
Baca juga: Kementerian PPPA Dorong RUU PKS Masuk Prolegnas 2021 dan Disahkan
Livia pun mengapresiasi jika ada korban yang berani bersuara bahwa mereka telah mengalami kasus kekerasan seksual.
Seperti yang dilakukan oleh AF, korban kekerasan seksual di Bintaro, yang kisahnya viral di media sosial.
"Saya sangat kagum atas keberanian korban yang berjuang mengungkap kasus ini tanpa rasa takut, tentu hal tersebut tidak mudah, apalagi korban juga sempat diancam pelaku," kata Livia melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (11/8/2020).