JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Kejaksaan berpandangan, aturan perihal proses hukum jaksa harus seizin Jaksa Agung terkesan ingin melindungi Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang terseret dalam polemik Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak beralasan, pedoman tersebut dikeluarkan di tengah ramainya skandal Pinangki yang diduga bertemu Djoko Tjandra saat masih buron di luar negeri.
“Saya kira kurang tepat saat ini, di saat sedang ramai dipersoalkan ulah oknum jaksa P sehingga seperti terkesan pedoman dibuat untuk melindungi oknum jaksa P tersebut,” kata Barita ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (11/8/2020).
Tertuang di dalamnya, pedoman dibuat dengan tujuan memberi perlindungan kepada jaksa agar dapat melaksanakan tugasnya tanpa gangguan atau dari hal yang belum diuji kebenarannya, seperti pertanggungjawaban pidana serta perdata.
Baca juga: Proses Hukum Jaksa Harus Izin Jaksa Agung, Pakar: KUHAP Tak Bisa Dikalahkan Aturan Internal
Barita tak memungkiri jaksa perlu dilindungi dalam bekerja.
Akan tetapi, katanya, penindakan bagi jaksa yang melakukan pelanggaran seharusnya dilakukan dengan cepat dan mudah.
Hal itu demi menjaga kepercayaan publik terhadap kejaksaan.
Namun, pedoman tersebut malah terkesan memperlambat proses penindakan terhadap oknum jaksa yang nakal.
“Di saat kepolisian mempermudah dan mempercepat proses pemeriksaan dan pengawasan oknum yang melanggar,” ucapnya.
“Kok kejaksaan terkesan malah buat pedoman yang mempersulit dan memperlambat proses pemeriksaan oknum yang melanggar. Jadi ini soal transparansi dan akuntabilitas kinerja,” sambung dia.
Baca juga: Pemeriksaan Jaksa Harus Seizin Jaksa Agung, Wakil Ketua KPK: Wajar Jika Publik Curiga
Diberitakan, Kejagung menerbitkan Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Izin Jaksa Agung atas Pemanggilan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penangkapan dan Penahanan terhadap Jaksa yang Diduga Melakukan Tindak Pidana.
Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 itu ditandatangani oleh Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin tertanggal 6 Agustus 2020.
"Jaksa yang diduga melakukan tindak pidana, maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung," demikian bunyi poin nomor 1 pada Bab II pedoman tersebut.
Pedoman turut mengatur perihal tata cara mendapatkan izin dari Jaksa Agung.
Baca juga: Kejagung Sebut Aturan Baru soal Perlindungan Jaksa Tak Terkait Kasus Pinangki
Lembaga yang hendak memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap dan menahan jaksa disebut mesti mengajukan permohonan dengan dilengkapi dokumen persyaratan.
Dokumen tersebut akan diperiksa terlebih dahulu oleh Asisten Umum Jaksa Agung, Asisten Khusus Jaksa Agung atau pejabat lainnya yang ditunjuk Jaksa Agung.
Pejabat yang ditunjuk juga dapat berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda untuk memperoleh informasi tentang jaksa yang akan dipanggil atau ditahan.
Jaksa Agung Muda, bahkan dapat melakukan ekspose untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terkait jaksa tersebut.
Baca juga: Proses Hukum Jaksa Mesti Seizin Jaksa Agung, Ini Tanggapan Polri...
Pejabat yang ditunjuk kemudian memberi rekomendasi kepada Jaksa Agung untuk menolak permohonan izin apabila dokumen yang diajukan tidak lengkap, tidak sesuai atau tidak memiliki urgensi.
Persetujuan atau penolakan permohonan izin Jaksa Agung itu akan disampaikan kepada instansi pemohon maksimal dua hari sejak diterbitkan.
Namun, izin Jaksa Agung tidak diperlukan untuk jaksa yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana.
Untuk jaksa yang terkena tangkap tangan, kepala satuan kerja diinstruksikan mengambil langkah dan memberi pendampingan hukum terhadap jaksa tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.