"Dalam penegakkan hukum bukan semata-mata BPOM, polisi, tapi sinergi BPOM, polisi dan hakim," ucap dia.
Tulus juga mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati terhadap klaim obat penyembuh Covid-19.
Sebab, kata dia, sampai saat ini belum ada pihak resmi dari, baik pemerintah maupun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang menyatakan bahwa obat untuk menyembuhkan Covid-19 sudah tersedia.
"Jadi saya kira kita minta agar masyarakat harap hati-hati terhadap produk obat klaim penyembuh covid," ujarnya.
"Karena pertama, secara internasional sampai detik ini WHO ataupun negara lain blum ada obat yang diklaim bisa menyembuhkan. Vaksin pun belum ada," lanjut dia.
Baca juga: Marak Klaim Obat Covid-19, YLKI Minta Pemerintah Lakukan ini
Tulus mengatakan, vaksin sedang dalam proses uji klinis. Ia pun berharap proses penemuan vaksin tersebut bisa segera rampung.
"Vaksin sudah dalam proses kemudian, akhir tahun ini uji klinisnya bisa lulus, bisa berhasil dan menjawab dan kita bisa terlindungi," ujar Tulus.
Rekomendasi
YLKI memberi tiga rekomendasi agar tidak ada lagi upaya klaim obat penyembuh atau penangkal Covid-19.
Rekomendasi pertama, kata Tulus, adalah memperbaharui politik manajemen penanganan wabah di pemerintah.
"Pemerintah harus serius tangani pandemi. Terlalu terkungkung dengan persoalan ekonomi, wabahnya makin luas dan ekonominya jeblok. Harus fokus pada masalah penanganan pandemi," kata Tulus.
Baca juga: BPOM Ingatkan Obat Herbal Tetap Harus Melalui Uji Klinis
Rekomendasi kedua adalah, mendorong BPOM dan Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan literasi masyarakat terkait obat dan herbal.
Tulus juga khawatir masyarakat mengonsumsi obat yang belum teregistrasi di BPOM tanpa tahu kandungan zat yang ada di dalamnya.
"Yang sering terjadi obat-obat itu karena belum teregistrasi BPOM dicampur dengan obat kimia," ujarnya.
"Kemudian yang membuat sembuh itu bukan karena herbalnya, karena dicampur obat kimia. Ini yang berhaya dari segi kesehatan dalam klaim penyembuh covid," lanjut dia.