JAKARTA, KOMPAS.com - Klaim obat yang bisa menyembuhkan manusia dari virus corona (Covid-19) belakangan kerap muncul di Indonesia.
Mulai dari herbal anticorona, kalung eucalyptus anticorona, hingga yang terakhir adalah obat Bio Nuswa yang diklaim oleh Hadi Pranoto.
Baca juga: YLKI Ingatkan Masyarakat Hati-hati terhadap Klaim Obat Covid-19
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, ada empat penyebab maraknya klaim obat penyembuh atau penangkal virus corona (Covid-19).
Pertama, menurut dia, adalah buruknya politik manajemen wabah oleh pemerintah.
"Sejak akhir Februari sampai sekarang, kita melihat penanganan, politik manajemen penanganan wabah itu kedodoran," kata Tulus dalan konferensi persnya, Senin (10/8/2020).
Pemerintah bahkan sering kali mencontohkan klaim terkait obat atau penangkal virus corona. Hal itu juga akan mempengaruhi pemahaman terhadap masyarakat.
"Ini artinya apa? selevel pejabat publik juga memberikan contoh-contoh kurang baik dan produktif membodohkan dan kurang mencerdaskan, sehingga kalau saat ini ada klaim-klaim yang bermunculan, sebenarnya efek dari itu semua," ujar dia.
Baca juga: BPOM Akui Beri Izin Edar Obat yang Diklaim Hadi Pranoto, tapi...
Penyebab kedua adalah aspek tekanan psikologi konsumen. Tulus mengatakan, banyak masyarakat takut dengan pandemi Covid-19 yang belum memiliki obat penawar atau vaksin.
Ditambah lagi, dengan adanya tekanan ekonomi yang terdampak oleh pandemi Covid-19.
"Konsumen mendapatkan tekanan yang mendalam soal ekonomi. Gaji dipotong, PHK, ini membuat konsumen menjari jalan keluar," ungkap dia.
Penyebab ketiga adalah kurangnya literasi konsumen terhadap produk obat-obatan terutama herbal.
Ia mengatakan, masih banyak masyarakat yang tidak mengerti bahwa perlu ada izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada setiap obat.
"Bukan hal yang baru. Kebetulan Covid-19 menjadi perhatian bersama, klaim-klaim yang serupa muncul marak," lanjut dia.
Baca juga: BPOM: Obat Herbal Terkait Covid-19 Harus Diuji Dulu
Adapun, penyebab terakhir adalah belum optimalnya penegakan hukum di Indonesia terkait pengawasan obat di masa pandemi Covid-19.
Menurut dia, perlu ada sinergi yang kuat antara semua pihak agar penegakan hukum bisa berjalan dengan baik.