JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP) bakal jadi kerangka regulasi tentang perlindungan data pribadi yang selama ini pengaturannya masih terpisah-pisah.
Menurut Semuel, saat ini pengaturan tentang perlindungan data pribadi tercecer setidaknya di 32 undang-undang dan bersifat sektoral.
"RUU ini akan menjadi kerangka regulasi. Kan tadi ada 32 regulasi yang tercecer dimana-mana, kita ingin menyatukan dan mempunyai satu persepsi yang sama apa itu data pribadi dan bagaimana perlindungannya," kata Semuel dalam diskusi daring Siberkasi, Senin (10/8/2020).
Ia menjelaskan, RUU PDP mengakui hak pemilik data pribadi sebagai hak asasi.
Baca juga: DPR: RUU PDP Sangat Urgen, 100 Juta Lebih Data Bocor pada 2020
Semuel mengatakan, RUU PDP juga mengatur keseimbangan hak dan kewajiban antara pemilik data dan pengendali data.
"Karena kalau terlalu berat, tidak seimbang, inovasi yang bisa dilakukan itu justru terhambat. Kami memastikan data pribadi ini terlindungi dengan baik," imbuh Semuel.
Semuel pun menyebut, RUU PDP yang dibahas pemerintah bersama DPR bakal dibuat setara dengan UU tentang perlindungan data pribadi negara-negara lain.
Menurutnya, sudah ada sekitar 130 negara di dunia yang memiliki UU tentang perlindungan data pribadi.
"RUU ini juga menciptakan kesetaraan. Jadi kita juga menyamakan, karena saat ini sudah ada 130 negara yang memunyai UU yang sama. Jadi tidak mungkin kita punya UU yang jauh tentang perlindungan data pribadi dengan negara-negara lain," ujarnya.
Baca juga: Kritik RUU PDP, Imparsial: Ada Potensi Penyalahgunaan Data Pribadi oleh Negara
Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid, mengatakan RUU PDP sangat mendesak untuk segera diselesaikan.
Beberapa alasan urgensi RUU PDP, yaitu laporan soal tingginya angka kebocoran data.
Menurut Meutya, sebuah media di Indonesia merangkum peristiwa kebocoran data selama 2020 di Tanah Air.
"Dan hasilnya ada 100 juta data pribadi yang diduga bocor dan diperjuarbelikan oleh berbagai platform digital," katanya.
Berikutnya, yaitu perkembangan teknologi yang begitu cepat, seperti financial technology (fintech) dan pengembangan smart city di berbagai daerah.
Baca juga: Anggota Komisi I: RUU PDP Ditargetkan Rampung Oktober 2020
Menurut Meutya, hal ini akan mendorong pengumpulan data pribadi dalam skala besar.
"Sebelum ini marak dilakukan, kita perlu sekali UU PDP," ujar Meutya.
Ia pun mengatakan Indonesia tidak lagi hanya sekedar bersandar pada peraturan menteri atau peraturan pemerintah dan UU lainnya yang bersifat sektoral.
Dasar hukum perlindungan data pribadi yang saat ini berlaku yaitu Permen Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
"Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada permen atau peraturan-peraturan lainnya, tapi juga memerlukan UU PDP," kata Meutya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.