Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/08/2020, 11:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) Ali Ghufron Mukti mengatakan, masyarakat harus mewaspadai maraknya klaim penemuan obat Covid-19 yang diumumkan melalui media, pers, ataupun wawancara.

Sebab, apabila sebuah penelitian yang belum memiliki persetujuan klinis tiba-tiba diklaim sebagai obat yang mujarab, bahkan juga tidak melalui uji klinis, maka klaim terhadap hasil penelitian tersebut dapat menjadi permasalahan.

"Obat jika tidak tepat bisa berubah menjadi racun untuk dosis atau individu yang tidak tepat," katanya sebagaimana dikutip dari siaran pers Kemenristek/BRIN, Sabtu (8/8/2020).

Baca juga: Marak Klaim Obat Covid-19, Kemenristek Imbau Masyarakat Cermati 3 Hal

Kemudian, hasil penelitian kesehatan yang menyangkut obat, vaksin, maupun sediaan farmasi sebaiknya dipublikasi di jurnal atau publikasi ilmiah berkala yang dibaca para profesional setara.

Selain itu, disampaikan atau dipresentasikan pada pertemuan ilmiah yang dihadiri profesional setara.

Barulah setelah diterbitkan dalam jurnal atau media publikasi ilmiah dapat disampaikan kepada masyarakat luas.

Baca juga: Kemenristek: Klaim Penemuan Obat Covid-19 Tak Bisa Tiba-tiba, Ada Prosedurnya

“Adalah kurang tepat apabila hasil uji klinis disampaikan terlebih dahulu kepada masyarakat luas tanpa mengikuti protokol penelitian kesehatan yang standar seperti mendapatkan persetujuan etis," tegasnya.

Lebih lanjut, Ghufron menjelaskan pentingnya pemerintah menjamin perlindungan dan keselamatan orang sakit yang menjadi subyek percobaan suatu penelitian uji klinis atau yang disebut dengan Etika Penelitian Kesehatan (EPK).

“Di Indonesia, Lembaga Etik tersebut antara lain diatur melalui Kepmenkes No 240 Tahun 2016 tentang Komisi Etika Penelitian Kesehatan,” ujar Ghufron.

Baca juga: Kasus Dugaan Hoaks Obat Covid-19, Polisi Panggil Anji Lebih Dulu

Dia menuturkan, semua penelitian kesehatan yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian dan menyangkut obat juga sediaan farmasi harus memiliki izin dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK).

Tanpa persetujuan etik dari KEPK, kata dia, penelitian uji klinik tidak boleh dimulai.

Kemudian, semua penelitian yang mengikutsertakan manusia sebagai subyek dapat diterima secara etika apabila penelitian yang dilakukan berdasarkan metode ilmiah yang valid, menghargai martabat subyek sebagai manusia, serta menjamin kerahasiaan dan bila terjadi sesuatu.

Penelitian yang tidak memenuhi prosedur yang benar secara ilmiah mengakibatkan peserta penelitian atau komunitasnya mendapat risiko kerugian atau bahkan dapat dipertanyakan manfaatnya.

“Sebagai peneliti yang etis, bukan saja wajib menghargai kesediaan dan pengorbanan manusia, tetapi juga menghormati dan melindungi kehidupan, kesehatan," tutur Ghufron.

"Lalu keleluasaan pribadi (privacy) dan martabat (dignity) subyek penelitian. Pelaksanaan kewajiban moral adalah inti etik penelitian kesehatan,” lanjutnya menegaskan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Panen Perdana, Sinergi Antam dan Petani Jagung di Maluku Utara Hasilkan 3.352 Tongkol Jagung

Panen Perdana, Sinergi Antam dan Petani Jagung di Maluku Utara Hasilkan 3.352 Tongkol Jagung

Nasional
Geopolitik Indonesia, ASEAN Damai, dan Membangun Dunia

Geopolitik Indonesia, ASEAN Damai, dan Membangun Dunia

Nasional
Demokrat Desak Anies soal Cawapres, Nasdem: Terus Terang Saja kalau Bukan AHY Jadi Wakil Mau Mundur

Demokrat Desak Anies soal Cawapres, Nasdem: Terus Terang Saja kalau Bukan AHY Jadi Wakil Mau Mundur

Nasional
Mantan Pimpinan KPK Datangi DPR, Minta Kasus Korupsi BTS 4G Kominfo Diusut Tuntas

Mantan Pimpinan KPK Datangi DPR, Minta Kasus Korupsi BTS 4G Kominfo Diusut Tuntas

Nasional
KPK Duga Eks Komisaris PT Wika Beton Lobi Hakim Agung Lewat Sekretaris MA

KPK Duga Eks Komisaris PT Wika Beton Lobi Hakim Agung Lewat Sekretaris MA

Nasional
Kaji Revisi UU TNI, Lemhannas Fokus pada Perubahan Ancaman dan Hubungan Sipil-Militer

Kaji Revisi UU TNI, Lemhannas Fokus pada Perubahan Ancaman dan Hubungan Sipil-Militer

Nasional
Kemenag Minta Maskapai Saudia Diperiksa karena Kerap Ubah Kursi Pesawat Haji

Kemenag Minta Maskapai Saudia Diperiksa karena Kerap Ubah Kursi Pesawat Haji

Nasional
Kemenag Kecewa Maskapai Saudia Ubah Jadwal Terbang dan Jumlah Kursi Pesawat Jemaah Haji

Kemenag Kecewa Maskapai Saudia Ubah Jadwal Terbang dan Jumlah Kursi Pesawat Jemaah Haji

Nasional
Ketika PDI-P Kini Buka Peluang Dialog dengan Demokrat...

Ketika PDI-P Kini Buka Peluang Dialog dengan Demokrat...

Nasional
Eks Jaksa KPK Dody Silalahi Diperiksa Penyidik KPK Soal Dugaan Suap di MA

Eks Jaksa KPK Dody Silalahi Diperiksa Penyidik KPK Soal Dugaan Suap di MA

Nasional
AHY Masuk Radar Cawapres Ganjar, PDI-P: Politik Harus Buka Ruang Dialog

AHY Masuk Radar Cawapres Ganjar, PDI-P: Politik Harus Buka Ruang Dialog

Nasional
Bripka Andry Ajukan Perlindungan, LPSK: Syarat Materiil Belum Lengkap

Bripka Andry Ajukan Perlindungan, LPSK: Syarat Materiil Belum Lengkap

Nasional
Hari Ke-17, Sebanyak 26 Jemaah Haji Indonesia Wafat di Arab Saudi

Hari Ke-17, Sebanyak 26 Jemaah Haji Indonesia Wafat di Arab Saudi

Nasional
Jokowi Teken Perpres 31/2023, Pembangunan Bandara VVIP di IKN Dibiayai APBN

Jokowi Teken Perpres 31/2023, Pembangunan Bandara VVIP di IKN Dibiayai APBN

Nasional
Hary Tanoe Pimpin Langsung Kerja Sama Politik Perindo-PDI-P

Hary Tanoe Pimpin Langsung Kerja Sama Politik Perindo-PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com