JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily, menyatakan verifikasi dan validasi data kemiskinan terus menjadi perhatian DPR kepada Kementerian Sosial.
Menurut Ace, salah satu persoalan pemuktahiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yaitu karena banyak pemerintah daerah yang tidak rutin memperbarui data kemiskinan di daerah masing-masing.
"Kalau pemerintah daerah pro aktif untuk melalukan pemutakhiran data kesejahteraan sosial, maka data penerima sistem jaringan pengaman sosial akan semakin baik," kata Ace dalam keterangan tertulis, Jumat (7/8/2020).
Baca juga: Sinkronisasi DTKS Berbasis NIK, Mensos Kerja Sama dengan Dukcapil
Ia mengatakan, sebetulnya Kemensos sudah memiliki model pendataan yang baik, yaitu dengan Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG).
Model SIKS NG ini yang menjadi sumber data utama bagi DTKS untuk Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Kartu Sembako atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Namun, lanjut Ace, kelemahan SIKS-NG ini memang sangat tergantung pada input yang dilakukan pemerintah daerah. Jika pemda tidak memperbarui data, maka DTKS tidak berubah.
"Jika pemerintah daerahnya selalu melakukan pemutakhiran, maka DTKS akan selalu mengalami update," ujarnya.
"Namun sebaliknya, jika pemerintah daerah tidak melalukan pemutakhiran, maka hampir pasti datanya akan itu-itu saja. Tidak tepat sasaran. Bahkan orang yang sudah meninggal pun masih masuk dalam DTKS," lanjut Ace.
Karena itu, Ace berharap sinergi Kemensos dengan Kementerian Dalam Negeri dalam pengembangan SIKS NG terus diperbaiki, sehingga penyaluran bansos tepat sasaran.
Jika sistem DTKS baik, maka semua bansos bisa saja dilakukan secara digital dengan bantuan tunai yang ditransfer melalui perbankan.
Baca juga: Tahun Ini, Mensos Targetkan DTKS Akan Berbasis pada Nomor Induk Kependudukan
"Dengan sistem jaring pengaman sosial yang termutakhirkan melalui koordinasi Pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang baik, akan memperlancar sistem DTKS. Semua bantuan sosial bisa dilakukan secara digital dengan bantuan yang sifatnya cash tranfer melalui perbankan," tutur Ace.
Ketua Komisi VIII DPR, Yandri Susanto, juga sepakat dengan Ace. Menurut Yandri, perihal DTKS ini juga diakui pemerintah mengalami kendala di lapangan.
Salah satunya, karena ada sejumlah pemerintah daerah tidak rutin memperbarui data kemiskinan.
"Semua intinya itu kalau disimpulkan, kita akui memang data atau evaluasi penyaluran selama ini memang masih mengalami kendala dan masalah di lapangan," katanya.
Oleh karena itu, Komisi VIII telah sekaligus meminta pemerintah memberikan hukuman bagi daerah-daerah yang tidak memperbarui DTKS.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) diminta untuk mengoreksi pengajuan RAPBD jika tidak ada penganggaran verifikasi dan validasi data kemiskinan.
Baca juga: Pemutakhiran DTKS, Mensos Ajukan Tambah Anggaran Rp 875 Miliar
Kemudian, Menteri Keuangan (Menkeu) dapat memberikan disinsetif fiskal atau sanksi lainnya jika pemda tidak mau menganggarkan kegiatan verifikasi dan validasi data kemiskinan.
"Intinya dengan wewenang pemerintah pusat yang terkait atau tidak terkait langsung dengan validasi data ini, bisa dijadikan daya tekan kepada kabupaten/kota agar sungguh-sungguh melakukan verifikasi dan validasi data," ujar Yandri.
"Karena bagaimana mungkin pemerintah pusat melakukan kebijakan jika datanya salah," lanjut dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.