JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bupati Blora Djoko Nugroho dan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Badan SAR Nasional Suhardi, Kamis (6/8/2020) ini.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, dalam pemeriksaan terhadap Djoko dan Suhardi, penyidik mendalami dugaan penerimaan uang dari PT Dirgantara Indonesia.
"Penyidik mendalami keterangan para saksi tersebut antara lain terkait adanya pengetahuan saksi perihal dugaan penerimaan uang sebagai kickback dari PT DI kepada pihak-pihak end user/pemilik proyek pekerjaan pengadaan barang di kementrian/lembaga terkait," kata Ali dalam keterangannya, Kamis malam.
Baca juga: Kasus Korupsi PT Dirgantara Indonesia, KPK Panggil Bupati Blora
Djoko dan Suhardi diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT DI Tahun 2007-2017 untuk tersangka Budi Santoso, eks Direktur Utama PT DI.
Ditemui selepas pemeriksaan, Djoko mengaku ditanya soal dugaan aliran dana kepadanya.
Ia juga mengaku dikonfirmasi penyidik soal pengetahuannya tentang pejabat-pejabat di PT DI dan juga perusahaan-perusahaan yang merupakan mitra PT DI.
"Dikonfirmasi soal aliran dana ke saya. Jumlahnya berapa, saya kurang tahu. Cuma saya merasa tidak tahu menahu tentang masalah ini," kata Djoko dikutip dari Antara.
Baca juga: KPK Periksa Mantan Pejabat Kemensetneg Terkait Kasus PT Dirgantara Indonesia
Sedianya, hari ini penyidik memeriksa satu orang saksi lagi dalam kasus ini yakni Komisaris PT Quartagraha Adikarsa Susinto Entong.
Namun, ia tidak memenuhi panggilan penyidik dan meminta pemeriksaan dijadwalkan ulang.
Sebelumnya, KPK menetapkan eks Dirut PT DI Budi Santoso dan eks Asisten Dirut Bidang Bisnis Pemerintah PT DI Irzal Rinaldi Zaini sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di PT DI.
Budi dan Irzal diduga telah merugikan keuangan negara senilai Rp 205,3 miliar dan 8,65 juta dollar AS karena melakukan penjualan dan pengadaan fiktif.
Uang tersebut merupakan uang yang dibayarkan PT DI kepada enam perusahaan mitra atau agen yang bekerja sama dengan PT DI meski mitra atau agen itu tidak pernah melakukan pekerjaannya.
"Seluruh mitra yang seharusnya melakukan pengerjaan, tetapi tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera di dalam surat perjanjian. Itulah kita menyimpulkan bahwa terjadi pengerjaan fiktif," kata Ketua KPK Firli Bahuri, Jumat (12/6/2020).
Atas perbuatannya, Budi dan Irzal disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) KUH Pidana.