Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/08/2020, 16:58 WIB
Tsarina Maharani,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto meminta skema bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat seluruhnya diganti berupa uang tunai.

Menurut Yandri, nilai manfaat bantuan sosial tunai (BST) akan lebih dapat dirasakan masyarakat demi membantu pergerakan ekonomi.

"Dari evaluasi rapat, kami minta pemerintah agar tidak ribet dan lebih tepat sasaran sesuai dengan nilai yang ditentukan, sebaiknya memberikan bantuan sosial tunai (BST)," kata Yandri saat dihubungi, Kamis (6/8/2020).

"Sehingga warung-warung kecil dan pasar di sekitar mereka bisa menggeliat," lanjut dia.

Baca juga: Libur Lebaran, Kebutuhan Uang Tunai di Babel Capai Rp 1,16 Triliun

Ia mengatakan, hasil evaluasi ini sebelumnya juga telah disampaikan kepada pemerintah lewat rapat bersama DPR.

Yandri menjelaskan, bansos berupa sembako kerap tidak tepat sasaran dan nilai manfaatnya berkurang ketika diterima masyarakat.

Sebab, banyak biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan saat menyiapkan dan menyalurkan sembako.

"Kalau sembako kan pernak-perniknya terlalu banyak. Misal, transportasinya, packing, jenis sembako, itu setelah dihitung-hitung nilai manfaat yang diterima masyarakat terdampak jadi tidak maksimal," papar Yandi.

Baca juga: Program Jaring Pengaman Sosial Berlanjut, Pemerintah Tambah Nilai Bansos

Selain itu, ia menyoroti soal Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dinilai jadi sumber masalah dalam penyaluran bansos.

Menurut Yandri, perihal DTKS ini juga diakui pemerintah mengalami kendala di lapangan.

Salah satunya, karena ada sejumlah pemerintah daerah tidak rutin memperbarui data kemiskinan.

"Semua intinya itu kalau disimpulkan, kita akui memang data atau evaluasi penyaluran selama ini memang masih mengalami kendala dan masalah di lapangan," tutur Yandri.

Oleh karena itu, Komisi VIII telah sekaligus meminta pemerintah memberikan hukuman bagi daerah-daerah yang tidak memperbarui DTKS.

Baca juga: Muhadjir Soroti Sejumlah Pemda Setop Bansos Lewat APBD

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) diminta untuk mengoreksi pengajuan RAPBD jika tidak ada penganggaran verifikasi dan validasi data kemiskinan.

Kemudian, Menteri Keuangan (Menkeu) dapat memberikan disinsetif fiskal atau sanksi lainnya jika pemda tidak mau menganggarkan kegiatan verifikasi dan validasi data kemiskinan.

"Intinya dengan wewenang pemerintah pusat yang terkait atau tidak terkait langsung dengan validasi data ini, bisa dijadikan daya tekan kepada kabupaten/kota agar sungguh-sungguh melakukan verifikasi dan validasi data," ujar Yandri.

"Karena bagaimana mungkin pemerintah pusat melakukan kebijakan jika datanya salah," lanjut dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Nasional
Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Nasional
RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perushaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perushaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

Nasional
Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Nasional
Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com