JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto meminta skema bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat seluruhnya diganti berupa uang tunai.
Menurut Yandri, nilai manfaat bantuan sosial tunai (BST) akan lebih dapat dirasakan masyarakat demi membantu pergerakan ekonomi.
"Dari evaluasi rapat, kami minta pemerintah agar tidak ribet dan lebih tepat sasaran sesuai dengan nilai yang ditentukan, sebaiknya memberikan bantuan sosial tunai (BST)," kata Yandri saat dihubungi, Kamis (6/8/2020).
"Sehingga warung-warung kecil dan pasar di sekitar mereka bisa menggeliat," lanjut dia.
Baca juga: Libur Lebaran, Kebutuhan Uang Tunai di Babel Capai Rp 1,16 Triliun
Ia mengatakan, hasil evaluasi ini sebelumnya juga telah disampaikan kepada pemerintah lewat rapat bersama DPR.
Yandri menjelaskan, bansos berupa sembako kerap tidak tepat sasaran dan nilai manfaatnya berkurang ketika diterima masyarakat.
Sebab, banyak biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan saat menyiapkan dan menyalurkan sembako.
"Kalau sembako kan pernak-perniknya terlalu banyak. Misal, transportasinya, packing, jenis sembako, itu setelah dihitung-hitung nilai manfaat yang diterima masyarakat terdampak jadi tidak maksimal," papar Yandi.
Baca juga: Program Jaring Pengaman Sosial Berlanjut, Pemerintah Tambah Nilai Bansos
Selain itu, ia menyoroti soal Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dinilai jadi sumber masalah dalam penyaluran bansos.
Menurut Yandri, perihal DTKS ini juga diakui pemerintah mengalami kendala di lapangan.
Salah satunya, karena ada sejumlah pemerintah daerah tidak rutin memperbarui data kemiskinan.
"Semua intinya itu kalau disimpulkan, kita akui memang data atau evaluasi penyaluran selama ini memang masih mengalami kendala dan masalah di lapangan," tutur Yandri.
Oleh karena itu, Komisi VIII telah sekaligus meminta pemerintah memberikan hukuman bagi daerah-daerah yang tidak memperbarui DTKS.
Baca juga: Muhadjir Soroti Sejumlah Pemda Setop Bansos Lewat APBD
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) diminta untuk mengoreksi pengajuan RAPBD jika tidak ada penganggaran verifikasi dan validasi data kemiskinan.
Kemudian, Menteri Keuangan (Menkeu) dapat memberikan disinsetif fiskal atau sanksi lainnya jika pemda tidak mau menganggarkan kegiatan verifikasi dan validasi data kemiskinan.
"Intinya dengan wewenang pemerintah pusat yang terkait atau tidak terkait langsung dengan validasi data ini, bisa dijadikan daya tekan kepada kabupaten/kota agar sungguh-sungguh melakukan verifikasi dan validasi data," ujar Yandri.
"Karena bagaimana mungkin pemerintah pusat melakukan kebijakan jika datanya salah," lanjut dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.