Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Fetish Kain Jarik Bisa Memperjelas Definisi Hasrat Seksual di RUU PKS

Kompas.com - 06/08/2020, 15:05 WIB
Sania Mashabi,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP-RI), Diah Pitaloka mengatakan kasus dugaan pelecehan fetish kain jarik di Jawa Timur, bisa memperjelas definisi hasrat seksual.

Sebab, definisi hasrat seksual selama ini menjadi perdebatan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Dalam perdebatan itu, hasrat seksual didorong tidak perlu masuk ke dalam definisi kekerasan seksual.

"Tadinya dalam pembahasan RUU Kekerasan Seksual, hasrat seksual dipertanyakan dengan sangat keras. Maksud hasrat seksual itu apa?" kata Diah dalam webinar bertajuk 'Urgensi Penghapusan Kekerasan Seksual yang Komprehensif', Kamis (6/8/2020).

Baca juga: Terima 3 Laporan, Polisi Mulai Selidiki Dugaan Pelecehan Seksual Fetish Kain Jarik

"Jadi, begitu ada kasus fetish ini, kita bisa menerjemahkan kenapa hasrat seksual harus masuk ke dalam definisi kekerasan seksual," lanjut dia.

Fetish sendiri secara umum memiliki arti dorongan seksual terhadap benda mati atau hidup.

Kasus fetish yang terjadi di Jawa Timur dilakukan dengan menggunakan kain jarik.

Terkait konstruksi sanksi hukum, Diah mengaku, sudah berdiskusi dengan banyak pakar.

Ia mengatakan, para pakar menyebut karakteristik hukum yang berlaku untuk RUU PKS adalah hukum pidana khusus.

Baca juga: Unair: Keluarga Terduga Pelaku Fetish Kain Jarik Menyesalkan Perbuatan Anaknya

Oleh karena itu, menurut Diah, pembahasan RUU PKS tidak perlu menunggu selesainya pembahasan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

"Itu menjawab pertanyaan apakah Undang-Undang PKS ini harus menunggu KUHP atau tidak. Ternyata undang-undang ini mengandung kekhususan hukum," lanjut dia.

Oleh karena itu, menurut Diah, RUU PKS bisa kembali di masukkan dalam Program Legialasi Nasional (Progelnas) 2021.

Diah pun mengingatkan alasan pentingnya RUU ini adalah karena berdasarkan pengakuan korban, banyak kasus kekerasan seksual berbasis relasi pelaku dan korban yang tidak setara.

Sehingga, bisa saja ada dominasi, tekanan, manipulasi dalam kasus kekerasan seksual.

Baca juga: Kasus Fetish Kain Jarik, Pelaku Dikeluarkan dari Kampus, Orangtua Pasrah

"Semoga RUU ini menjadi RUU yang diketengahkan sebagai bentuk political will, good will, keinginan baik yang diterjemahkan ke dalam ruang politik oleh fraksi-fraksi di DPR RI," ucap Diah.

Diberitakan sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat evaluasi Prolegnas Prioritas 2020 dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Berdasarkan hasil rapat, ada 16 RUU yang ditarik dari Prolegnas Prioritas Tahun 2020, 4 RUU tambahan dari DPR dan pemerintah, serta 2 RUU yang diganti dengan RUU yang lain.

Salah satu RUU yang ditarik dari Prolegnas Prioritas, yakni RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Usulan penarikan ini sebelumnya diajukan oleh Komisi VIII.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com