JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Kejaksaan Agung terkait pembaruan pemanfaatan data kependudukan dalam rangka penegakan hukum.
Penandatanganan dilakukan di Sasana Pradana Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (6/8/2020).
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, perjanjian kerja sama telah dilakukan selama tiga tahun dan diperbarui untuk memperpanjang masa kerja sama.
"Hari ini kita bisa bertemu kembali memperpanjang MoU dan perjanjian kerja sama. Mohon izin kami melaporkan, pertama kali kerja sama dengan Kejagung dan Kemendagri sudah dilakukan tiga tahun yang lalu," ujar Zudan dalam keterangan persnya, Kamis.
"Ada dinamika yang menjadikan kita mengadendum dan memperpanjang untuk menambah beberapa manfaat dengan perkembangan teknologi dan dinamika yang ada," kata Zudan.
Baca juga: Jika Tak Bisa Cetak Dokumen Kependudukan secara Mandiri, Ini Saran Dukcapil
Menurut dia, perjanjian kerja sama ini dalam rangka membantu Kejaksaan Agung dalam melakukan penegakan hukum dengan menggunakan data kependudukan.
Adapun data kependudukan yang dimaksud adalah yang bersifat perseorangan.
"Di Kemendagri ada data perseorangan dan data agregrat. Data perseorangan adalah data penduduk by name by address," ucap Zudan.
"Big data kita sudah 268 juta penduduk ada di dalam database. Jadi teman-teman Kajati- Kajari nanti pada saat mencari orang, memeriksa orang, membuat BAP sudah langsung bisa mengintegrasikan dengan database kependudukan kita," ujar dia.
Selain menggunakan NIK, penggunaan dan deteksi melalui sidik jari juga bisa dilakukan untuk mengungkap kejahatan selama yang bersangkutan telah melakukan perekaman e-KTP.
Baca juga: Ingin Cetak Sendiri Dokumen Kependudukan Pakai HVS? Begini Caranya
Menurut zudan, penggunaan NIK menjadi alternatif pertama untuk mengungkap tindak kejahatan. Kedua, dengan menggunakan sidik jari.
"Nah, sidik jari juga kita bisa menggunakan untuk mengungkap korban kejahatan, kalau ada yang meninggal dunia, bawa alatnya, dipindai, nanti keluar datanya, yang penting yang bersangkutan sudah melaksanakan perekaman e-KTP," tuturnya.
Selain itu, metode ketiga dapat menggunakan face recognition (identifikasi lewat pemindaian gambar digital).
Baca juga: Dokumen Kependudukan Pakai Kertas HVS, Kemendagri: Masyarakat Bisa Cetak Sendiri
Metode ini digunakan untuk mencocokkan dengan database yang ada dalam sistem di Kemendagri, utamanya untuk mendeteksi pelaku kejahatan yang buron atau masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Dengan foto wajah, nanti dicocokkan dengan 192 juta yang ada dalam database. Selama 14 sampai 20 detik kita mencocokkan dengan sistem, nanti akan ada kemiripan-kemiripan, inilah yang digunakan di berbagai lembaga, (misalnya) Polri," tutur Zudan
"Jadi difoto saja wajahnya nanti akan bisa langsung muncul. Kita ingin kerja sama ini langsung masuk by sistem, untuk membantu Kejagung maupun nanti berkenan kalau nanti ada data buron, DPO," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.