JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Buruh Migran Berdaulat mengungkapkan para deportan Indonesia berharap bisa bertemu dengan sanak-keluarga setelah terpisah dalam gelombang deportasi dari Sabah, Malaysia, pada Juni 2020.
"Para deportan yang terpisah dengan keluarganya berharap dapat dibantu proses pemulangan keluarganya yang masih tinggal di Sabah," ujar Koordinator Koalisi Buruh Migran Berdaulat, Musdalifah Jamal dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020).
Musdalifah menuturkan, kebanyakan para deportan juga berharap dapat kembali ke Sabah agar bisa berkumpul kembali dengan Keluarga.
Menurutnya, para deportan telah menganggap, bahwa kampung halaman mereka tak lain adalah Sabah.
Baca juga: Sakit Setelah Dideportasi dari Malaysia, Tiga Buruh Migran Diisolasi
Hal itu tak lepas karena mereka lahir atau sudah bertahun-tahun di Sabah.
"Sebagian dari para deportan tidak mengenal atau tidak pernah menginjak kampung halaman keluarganya di Indonesia," kata Musdalifah.
Kendati demikian, tak sedikit para deportan yang mengaku tak ingin kembali ke Sabah.
Pengalaman traumatik selama di Pusat Tahanan Sementara (PTS) Sabah menjadi salah satu penyebab mereka enggan kembali ke "Negeri Jiran".
"Sebagian yang lain mengaku tidak ingin kembali lagi ke Sabah dan memilih berkumpul di Indonesia. Pengalaman di PTS cukup membekas dan menyisakan trauma," tegas dia.
Diberitakan sebelumnya, Koalisi Buruh Migran Berdaulat melaporkan ribuan pekerja migran Indonesia (PMI) tak berdokumen sempat ditahan di Pusat Tahanan Sementara (PTS), Sabah, Malaysia, sebelum akhirnya dideportasi ke Indonesia di tengah pandemi Covid-19.
Laporan tersebut disusun Tim Pencari Fakta Koalisi Buruh Migran Berdaulat sejak Mei hingga Juli 2020 dengan mewancarai 33 migran yang berasal dari Sulawesi, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Deportan, beberapa statmen yang kami wawancarai, mayoritas diberlakukan seperti binatang," ujar Koordinator Koalisi Buruh Migran Berdaulat, Musdalifah Jamal dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/7/2020).
Musdalifah menjelaskan, mereka ditahan di PTS Sabah sejak Desember 2019 dan baru dibebaskan pada Juni 2020.
Dalam temuannya, para migran menjalani penahanan di PTS Sabah dengan perlakuan tidak manusiawi. Pasalnya, penahanan yang berkepanjangan telah merenggut kebebasan tanpa alasan terhadap ribuan deportan.
Baca juga: Melihat Anak Buruh Migran di Bawah Atap Kampung Belajar Tanoker
Bahkan, perlakuan tidak manusiawi tersebut juga dialami perempuan dan anak, termasuk perempuan hamil.