JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Buruh Migran Berdaulat melaporkan bahwa ribuan pekerja migran Indonesia (PMI) tak berdokumen sempat ditahan di Pusat Tahanan Sementara (PTS), Sabah, Malaysia, sebelum akhirnya dideportasi ke Indonesia di tengah pandemi Covid-19.
Laporan tersebut disusun Tim Pencari Fakta Koalisi Buruh Migran Berdaulat yang disusun sejak Mei hingga Juli 2020 dengan mewancarai 33 pekerja migran yang berasal dari Sulawesi, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Deportan, beberapa statmen yang kami wawancarai, mayoritas diberlakukan seperti binatang," ujar Koordinator Koalisi Buruh Migran Berdaulat Musdalifah Jamal dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/7/2020).
Baca juga: BP2MI Minta Pemerintah Tak Bebani Biaya Pemeriksaan PCR bagi Calon Pekerja Migran
Musdalifah menjelaskan, mereka ditahan di PTS Sabah sejak Desember 2019 dan baru dibebaskan pada Juni 2020.
Dalam temuannya, para pekerja migran menjalani penahanan di PTS Sabah dengan perlakuan tidak manusiawi.
Penahanan yang berkepanjangan telah merenggut kebebasan tanpa alasan terhadap ribuan deportan.
Bahkan, perlakuan tidak manusiawi juga dialami perempuan dan anak, termasuk perempuan hamil.
Baca juga: BP2MI Selamatkan Rp 13,73 Miliar Hak Pekerja Migran Indonesia
"Sehingga menghasilkan dampak berlapis," kata Musdalifah.
Temuan lainnya, para pekerja migran ternyata ditahan dalam kondisi kesehatan yang buruk, termasuk menyangkut permasalahan kejiwaan dan tekanan mental.
Musdalifah mengungkapkan, mayoritas pekerja migran yang ditahan itu mengalami penyakit kulit akut.
Kondisi PTS Sabah juga minim akses air bersih dan makanan yang layak. Sebab, beberapa makanan yang diberikan petugas kerap dalam kondisi basi dan tercampur rumput.
Baca juga: Jumlah Pekerja Migran yang Dikarantina di RSD Wisma Atlet Bertambah 90 Orang
Ia juga menyesalkan, periode penahanan di PTS lebih lama dari hukuman resmi penjara. Seharusnya, beberapa deportan sudah dilepaskan sejak Januari hingga Februari.
"Tetapi banyak dari mereka yang dibebaskan, dideportasi pada Juni hingga Juli. Hal ini tidak terlepas dari bagaimana surat yang dikeluarkan Gubernur Kalimantan Utara terkait dengan proses penundaan sementara deportasi," terang dia.
Selain itu, keluarga pekerja migran yang sama-sama ditahan pun tak dapat bertemu dan berkomunikasi di PTS Sabah.
Temuan lainnya bahwa PTS Sabah menjadi sarana berbisnis dan pemerasan kepada pekerja migran tidak berdokumen.
Baca juga: BP2MI Terbitkan SE Penempatan Pekerja Migran Indonesia Saat New Normal
"Beberapa deportan mengatakan, pengiriman uang dikirimkan oleh kerabat atau keluarga itu sering dipotong oleh petugas PTS. Begitu pun ketika keluarganya mengirim makanan, makanan yang sampai di deportan hanya sampai setengahnya karena diambil petugas PTS," ungkap dia.
Metodologi pencarian fakta itu dilaksanakan dengan cara melakukan penelusuran lapangan sejak Mei hingga Juli.
Tim Pencari Fakta Koalisi Buruh Migran Berdaulat juga mewawancarai 33 pekerja migran yang dideportasi dari Sabah. Yakni sebanyak 17 pria, 15 perempuan, dan 1 anak yang berasal dari Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.