Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Johan Budi: Ketidaknetralan ASN Itu Keniscayaan

Kompas.com - 05/08/2020, 13:02 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR RI Johan Budi menilai, ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) dalam gelaran pemilihan umum merupakan suatu keniscayaan.

Meskipun undang-undang telah mewajibkan ASN untuk netral, namun, Johan menilai setiap ASN punya ketertarikan sendiri dalam gelaran pemilihan umum.

"Ketidaknetralan ASN itu menurut saya sebuah keniscayaan, karena tentu ASN punya interest," kata Johan dalam sebuah diskusi virtual yang digelar Komisi ASN (KASN), Rabu (5/8/2020).

"Jadi menurut saya tidak ada ASN yang netral dalam konteks pilihan pribadi masing-masing," ucap dia.

Baca juga: Ratusan ASN Pelanggar Netralitas Belum Disanksi, PPK Jadi Sorotan

Johan mengatakan, kewajiban ASN untuk bersikap netral diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.

Pasal 70 Ayat (1) undang-undang tersebut mengatakan, ASN yang terlibat kampanye pasangan calon bisa dipidana 6 bulan penjara.

Namun, menurut Johan, meskipun undang-undang telah mengatur sedemikian rupa, pada praktiknya penegakan hukum pelanggaran netralitas ASN masih belum berjalan.

Masih banyak ASN yang terbukti melakukan pelanggaran netralitas di pemilihan umum, tetapi lolos dari sanksi.

"Saya belum pernah baca atau saya terlewat ya yang secara besar penegakan hukum terkait dengan ketidaknetralan ASN ini. Apakah sedikit ASN yang tidak netral? Saya kira banyak," ujar Johan.

Johan menyebut, netralitas ASN sebenarnya sangat penting untuk menciptakan tata pemerintahan yang baik.

Baca juga: Bawaslu Hentikan Kasus Dugaan Pelanggaran Netralitas Kepala Kemenag Tangsel dalam Pilkada

Sebagai mesin utama yang menjalankan birokrasi, sudah semestinya ASM tidak memihak dalam menjalankan tugasnya.

"Tapi apakah ini bisa dicapai? Saya kok pesimis ya," ucap mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Menurut Johan, yang harus diperhatikan ke depan adalah penegakan hukum dari pelanggaran netralitas ASN.

Ia menyebut, dengan aturan hukum yang ada saat ini, seharusnya angka netralitas ASN bisa ditekan jika aturan benar-benar dijalankan.

"Jadi reward and punsihment harus benar-benar ditegakkan di dalam konteks menjalankan fungsi sebagai ASN," kata Johan.

Sebelumnya diberitakan, sebanyak 456 aparatur sipil negara (ASN) dilaporkan ke Komisi ASN (KASN) atas dugaan pelanggaran netralitas di Pilkada 2020.

Dari jumlah tersebut, 344 ASN telah dijatuhi rekomendasi sanksi oleh KASN. Namun, rekomendasi itu belum seluruhnya ditindaklanjuti pejabat pembina kepegawaian (PPK).

Data tersebut berasal dari catatan KASN per 31 Juli 2020.

"Sebanyak 344 orang telah diberikan rekomendasi penjatuhan sanksi pelanggaran netralitas, dengan tindak lanjut pemberian sanksi dari PPK baru kepada 189 ASN atau 54,9 persen," kata  Ketua KASN Agus Pramusinto dalam sebuah diskusi virtual yang digelar Rabu (5/8/2020).

Baca juga: Jelang Pilkada Serentak 2020, ASN Diingatkan untuk Menjaga Netralitas

Agus mengatakan, ketidaknetralan ASN masih terjadi salah satunya karena respons PPK yang lambat dalam menindaklanjuti rekomendasi sanksi. Bahkan, dalam sejumlah kasus, PPK enggan menindaklanjuti rekomendasi KASN.

Kondisi ini menunjukan adanya konflik kepentingan pada diri PPK sehingga ASN cenderung melakukan pelanggaran secara terus-menerus.

Oleh karenanya, Agus meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Reformasi Birokrasi (Menpan RB) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menjatuhoan sanksi pada PPK yang tak mau melaksanakan rekomendasi KASN.

"Masalah ini tentu harus diakhiri. Saya mohon Menpan RB dan Mendagri memberikan sanksi yang tegas pada PPK yang tidak menindaklanjuti rekomendasi KASN sesuai peraturan perundang-undangan berlaku," ujar Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com