Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/08/2020, 19:46 WIB
Tsarina Maharani,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PDI-P, Arteria Dahlan, mengkritik keras omnibus law RUU Cipta Kerja dalam rapat kerja bersama pemerintah, Selasa (4/8/2020).

Arteria menuding draf RUU Cipta Kerja bukan disusun pemerintah, melainkan oleh pihak swasta.

Sebab, menurut dia, beberapa rumusan dalam draf RUU Cipta Kerja tidak sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

"Saya mohon pemerintah bicaranya substantif dan tidak retorika. Mau nanya saya sekarang, yang buat omnibus ini sudah baca UU 23 Tahun 2014 tidak? Jangan-jangan yang buat ini orang swasta," kata Arteria.

Baca juga: Minta Pembahasan RUU Cipta Kerja Dihentikan, KSPI Bakal Gelar Demo Besar 14 Agustus

Menurut dia, pemerintah pusat mengambil kewenangan pemerintah daerah lewat RUU Cipta Kerja.

Salah satu isu yang jadi perdebatan yaitu terkait penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang harus mendapatkan persetujuan pusat.

Dalam Bagian Ketiga RUU Cipta Kerja tentang Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha dan Pengadaan Lahan, RDTR harus disetujui oleh pemerintah pusat.

Pemerintah daerah harus menetapkan RDTR yang telah disetujui pusat dalam jangka waktu satu bulan.

"Padahal kita punya konsensus kebangsaan. Pemprov, kabupaten, kota diberikan kewenangan untuk mengurus sendiri berdasarkan urusan pemerintahan menurut asas otonomi daerah dan tugas pembantuan," ujar dia. 

Dia mengatakan, perubahan kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat dalam konteks tata ruang bertentangan dengan konstitusi.

Arteria menyebut, hanya ada enam bidang yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, yakni politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, fiskal, dan agama.

"Urusan pemerintah pusat yang absolut itu hanya ada enam. Politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, fiskal, dan agama. Urusan tata ruang tidak kewenangan pusat. Jadi jangan dibalik-balik," ucap Arteria.

Baca juga: Tuding RUU Cipta Kerja Dibahas Diam-diam, KSPI akan Demo di DPR

Ia pun mempertanyakan apakah Presiden Joko Widodo telah mendapatkan penjelasan dan informasi yang memadai soal draf RUU Cipta Kerja ini.

Arteria mengatakan, jangan sampai RUU Cipta Kerja menjadi akal-akalan pihak tertentu saja.

"Jangan sampai ini akal-akalan. Jangan jual-jual nama Pak Jokowi. Jangan-jangan Pak Jokowi tidak tercerahkan dan tidak dijelaskan terkait hal ini," kata Arteria.

Dalam kesempatan itu, Staf Ahli Kementerian Koordinator Perekonomian, Elen Setiadi, membantah pernyataan Arteria.

Ia mengatakan, substansi RUU Cipta Kerja sepenuhnya ditetapkan oleh pemerintah.

"Sepenuhnya substansi ditetapkan pemerintah. Kalau pun pemerintah mendapatkan masukan, hampir semua masukan kami terima dan kami bahas. Tetapi guidance-nya adalah yang ditetapkan bapak presiden," ujar Elen.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

Nasional
Spanduk Ibu-Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Spanduk Ibu-Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Nasional
Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Nasional
Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Nasional
Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Nasional
Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

Nasional
Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

Nasional
Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Nasional
Ketua DPRD DKI, Masinton, dan Ade Armando Terancam Gagal Tembus DPR dari 'Dapil Neraka' Jakarta II

Ketua DPRD DKI, Masinton, dan Ade Armando Terancam Gagal Tembus DPR dari "Dapil Neraka" Jakarta II

Nasional
Dugaan Penggelembungan Suara PSI di Sorong Selatan: 0 di TPS Jadi 130 di Kecamatan

Dugaan Penggelembungan Suara PSI di Sorong Selatan: 0 di TPS Jadi 130 di Kecamatan

Nasional
Jokowi Panggil 2 Menteri PKB, Pengamat Duga untuk Tarik Dukungan PKB ke Pemerintahan Prabowo Kelak

Jokowi Panggil 2 Menteri PKB, Pengamat Duga untuk Tarik Dukungan PKB ke Pemerintahan Prabowo Kelak

Nasional
Minta Tiket Lebaran Tak Dinaikkan, Mendagri: Jangan Aji Mumpung

Minta Tiket Lebaran Tak Dinaikkan, Mendagri: Jangan Aji Mumpung

Nasional
Mendagri Minta Harga Tiket Transportasi Lebaran Tak Dinaikkan

Mendagri Minta Harga Tiket Transportasi Lebaran Tak Dinaikkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com