Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komentari Pemecatan Evi Novida, Komisioner KPU Daerah Disanksi DKPP

Kompas.com - 03/08/2020, 15:26 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi berupa peringatan kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Gunungsitoli Happy Suryani Harefa.

Happy dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu lantaran berkomentar tentang kasus pemecatan Evi Novida Ginting Manik sebagai Komisioner KPU RI di media sosial.

Sanksi itu dibacakan di dalam sidang pembacaan putusan yang digelar DKPP pada Rabu (29/7/2020).

"Menjatuhkan sanksi peringatan kepada Teradu, Happy Suryani Harefa, selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Kota Gunungsitoli sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP Muhammad, dilansir dari keterangan tertulis di laman resmi DKPP, Senin (3/8/2020).

Baca juga: Anggota DKPP: Pemberhentian Evi Novida Tak Bisa Dianulir PTUN

Berdasarkan berkas Putusan DKPP, Happy mengomentari salah satu berita media daring yang berjudul "Dipecat Jokowi, Eks Komisioner KPU Evi Novida Gugat ke PTUN", di laman Facebook pribadinya.

Komentar yang diunggah pada 19 April 2020 itu berbunyi, "Pemecatan yang menurut hemat saya sebuah tragedi, mengingat dalam sejarah tidak pernah terjadi yang namanya pemecatan anggota KPU RI. Pemecatan ini juga mengorbankan satu2nya komisioner perempuan di KPU RI, dimana menurut saya seharusnya hanya boleh terjadi jika memang memiliki dasar pemecatan yang kuat. Semoga ibu Evi mampu membuktikan di PTUN bhw proses pemecatan ini memang cacat hukum".

Unggahan Happy kemudian diadukan seorang PNS yang juga berprofesi sebagai pengurus DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Gunung Sitoli bernama Kariaman Zebua ke DKPP.

DKPP berpandangan, unggahan Happy di Facebook tidak dapat dibenarkan secara etika lantaran menimbulkan framing terhadap kasus pemecatan Evi Novida.

Baca juga: Menunggu Langkah Jokowi Setelah Evi Novida Menang di PTUN...

"Teradu seharusnya berhati-hati dalam mengungkapkan pendapat di media sosial. Frasa cacat hukum terbukti menimbulkan kesan Teradu melakukan framing proses pemecatan cacat hukum sehingga menimbulkan beragam reaksi dan tanggapan masyarakat," ujar Anggota DKPP Ida Budhiati.

Menurut DKPP, empati atas Evi Novida Ginting Manik seharusnya disampaikan secara pribadi kepada yang bersangkutan.

Majelis juga berpendapat, sebagai penyelenggara pemilu Happy sepatutnya lebih bijaksana menggunakan media sosial dan menyebarluaskan informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam perkara ini, DKPP menyebut bahwa Happy melanggar Pasal 2, Pasal 12 huruf a dan huruf e, Pasal 15 huruf b, dan Pasal 19 huruf g Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

Baca juga: Bertemu Mendagri, DKPP Laporkan Perkembangan Kasus Evi Novida Ginting Manik

Diketahui, pada pertengahan April 2020, Evi Novida Ginting Manik mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas kasus pemecatan dirinya sebagai Komisioner KPU.

Evi menggugat surat keputusan Presiden Joko Widodo bernomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat per tanggal 23 Maret 2020

"Saya selaku penggugat dan tergugatnya Presiden Republik Indonesia. Gugatan saya tercatat Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT," kata Evi melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (19/4/2020).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com