JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris NCB Interpol Indonesia periode 2013-2015 Irjen (Purn) Setyo Wasisto menegaskan, tak pernah ada penghapusan red notice Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra pada tahun 2014 silam.
Setyo menegaskan, red notice untuk Djoko Tjandra yang sempat buron selama 11 tahun itu masih aktif hingga tahun 2015.
Bahkan, Setyo mengaku, masih aktif berkomunikasi dengan Interpol pusat soal red notice pada Agustus 2015.
"Seingat saya, berdasarkan file-file yang masih ada di saya dan anggota saya ya, tidak pernah ada pengajuan penghapusan red notice Joko Tjandra dari Indonesia," ujar Setyo ketika dihubungi, Sabtu (1/8/2020), sebagaimana dikutip Kompas.id.
Baca juga: Kejagung Tegaskan Masih Perlu Red Notice Djoko Tjandra
"Artinya, saat 2015 status red notice itu masih aktif," lanjut dia.
Catatan pemberitaan, informasi yang disampaikan Setyo tersebut berbeda dari keterangan Polri, baru-baru ini.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono menyebut, red notice bagi Djoko Tjandra terhapus otomatis dari basis data Interpol pada tahun 2014 merujuk pada aturan Interpol.
"Dari 2009 sampai 2014 itu sudah lima tahun, itu adalah delete by system sesuai article nomor 51 di Interpol’s Rules on The Processing of Data," kata Argo di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (17/7/2020) lalu.
Setyo sendiri mengakui ada protokol itu. Namun dalam praktik selama ini, red notice tidak akan dicabut apabila buronan itu bulum tertangkap.
Baca juga: Di Balik Rahasia Patgulipat Djoko Tjandra
Setyo Wasisto melanjutkan, pada tahun 2013, pihak Djoko Tjandra memprotes terus menerus perihal status red notice kepada Interpol yang berpusat di Lyon, Prancis.
Bagi Polri, upaya itu sah-sah saja dilakukan.
Setelah serangkaian protes, Interpol pusat mengirimkan pertanyaan resmi ke Polri soal apakah kasus yang menjerat Djoko Tjandra masuk ke dalam perkara korupsi atau penggelapan.
Pasalnya, kasus penggelapan akan dikategorikan sebagai ranah perdata dalam hukum internasional sehingga mereka yang terjerat tidak dapat dikenakan red notice.
Kejaksaan Agung kemudian menggelar rapat internal untuk menjawab hal itu.
Akhirnya, Kejaksaan Agung menyatakan bahwa perkara yang melibatkan Djoko Tjandra, yakni kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, masuk ke dalam kategori tindak pidana korupsi.
Baca juga: Politikus Demokrat Nilai Pansus Kasus Djoko Tjandra Tepat, tapi...