JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan, sebagai alat negara tidak seharusnya Badan Intelijen Negara (BIN) digunakan untuk menangkap buron kasus korupsi.
Sebab, di dalam hukum internasional, tidak diperbolehkan alat negara melakukan kegiatan di negara lain, kecuali mendapatkan persetujuan dari otoritas setempat.
"Secara hukum internasional tidak seharusnya BIN sebagai alat negara digunakan untuk melacak dan mengembalikan buron pelaku kejahatan kerah putih," kata Hikmahanto kepada Kompas.com, Kamis (30/7/2020).
Baca juga: Saat Budi Gunawan Dituntut Mundur dari Kepala BIN...
Di banyak negara, ia menambahkan, eksistensi sebuah lembaga intelijen diakui keberadaannya. Namun, dalam menjalankan operasi intelijen di negara lain, hal itu dilakukan secara tertutup.
Operasi intelijen secara tertutup, imbuh dia, merupakan sebuah hal yang mahfum dilakukan.
Sebab, bila kegiatan mereka diketahui oleh aparat negara setempat maka berpotensi merusak hubungan baik antar negara.
Peristiwa seperti itu sudah pernah terjadi di Indonesia pada 2013 silam. Saat itu, diduga intelijen Australia menyadap ponsel almarhum Ibu Negara Ani Yudhoyono.
"Meski Australia tidak mengakui maupun membantah, namun hal ini berakibat pada pembekuan sejumlah kerjasama Indonesia-Australia," ujar Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani itu.
Baca juga: Kejari Jaksel Baru Tahu Djoko Tjandra Ajukan PK Usai Terima Surat Panggilan Sidang
Hal berbeda, imbuh Hikmahanto, bila antar lembaga intelijen mempunyai dan melakukan kerja sama.
Atas dasar itulah, intelijen suatu negara dapat membantu melacak seseorang di negaranya yang diminta lembaga negara lain. Hal yang sama juga berlaku sebaliknya.
"Saling kerja sama ini yang memungkinkan buron Samadikun Hartono diekstradisi dari China ke Indonesia," tutur Hikmahanto.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja Kepala BIN Budi Gunawan.
Baca juga: Deputi VII: BIN Tak Punya Wewenang Tangkap Koruptor
Hal itu menyusul kegagalan BIN dalam mendeteksi keberadaan Djoko Tjandra, sehingga dapat dengan mudah bepergian di Indonesia.
"Presiden Joko Widodo juga harus segera memberhentikan Kepala BIN Budi Gunawan jika di kemudian hari ditemukan fakta bahwa adanya informasi intelijen mengenai koruptor yang masuk ke wilayah Indonesia namun tidak disampaikan kepada Presiden dan penegak hukum," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Selasa (28/7/2020).
Baca juga: Pelarian Djoko Tjandra Turut Menyeret Oknum Jaksa, Dipidana?