Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman KSPI soal Pembahasan RUU Cipta Kerja dan Ngototnya DPR...

Kompas.com - 30/07/2020, 08:57 WIB
Sania Mashabi,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia( KSPI), Rabu (29/7/2020), menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Aksi itu digelar untuk mendesak penghentian pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.

"Selain terdapat banyak persoalan yang kemudian ditolak oleh berbagai elemen masyarakat karena mendegradasi tingkat kesejahteraan, Omnibus Law didesain sebelum pandemi," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/7/2020).

"Dengan demikian, Omnibus Law bukan solusi untuk mengatasi pandemi," lanjut dia.

Baca juga: Tolak Pembahasan RUU Cipta Kerja, KSPI Akan Demo Gedung DPR Tiap Pekan

Said Iqbal menyuarakan dua tuntutan dalam aksi tersebut, yakni menolak RUU Cipta Kerja dan menghentikan pemutusan hubungan Kerja (PHK) akibat dari pandemi virus corona atau Covid-19.

"Aksi ini merupakan reaksi terhadap sikap keras kepala dan tidak pedulinya DPR RI, khususnya Panja Baleg Pembahasan RUU Cipta Kerja dan Kemenko yang ngotot omnibus law tetap dibahas di saat pandemi corona," ujar dia.

Ia menyesalkan sikap DPR yang masih terus melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja.

Menurut dia, seharusnya DPR fokus pada masalah lain yang lebih penting untuk nasib para pekerja, yakni terkait masalah PHK.

Baca juga: KSPI Ancam Gelar Unjuk Rasa Besar jika RUU Cipta Kerja Tetap Dibahas

"Saat ini yang lebih mendesak dari Omnibus Law adalah darurat PHK," ujar dia.

Said mengatakan, khusus anggota KSPI di sektor tekstil dan garmen, pada masa pandemi Covid-19 ini sudah 96.000 orang yang dirumahkan. Bahkan, sebagian besar tidak mendapatkan upah penuh.

Sementara itu, yang di PHK sudah mencapai 100.000 orang yang tersebar di 57 perusahaan.

Ada juga yang masih dalam proses PHK dan saat ini sedang dalam perudingan dengan serikat pekerja terjadi di 15 perusahaan.

Menurut Said, sikap DPR yang memprioritaskan pembahasan RUU Cipta Kerja juga menimbulkan kecurigaan.

Baca juga: Polemik RUU Cipta Kerja, Partai Demokrat: Jangan Kesampingkan Rakyat

Ia menilai, DPR seperti sedang terburu-buru untuk memenuhi pesanan dari pihak tertentu.

"Selain terdapat banyak persoalan yang kemudian ditolak oleh berbagai elemen masyarakat karena mendegradasi tingkat kesejahteraan, omnibus law didesain sebelum pandemi," ujar dia.

"Dengan demikian, Omnibus Law bukan solusi untuk mengatasi pendemi," ucap dia.

Ancaman Gelar Aksi Besar

Said mengatakan, aksi tolak RUU Cipta Kerja dan stop PHK ini akan dilakukan setiap minggu di depan Kompleks Parlemen dan Kantor Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomoian.

Selain itu, KSPI akan melakukan aksi di 20 provinsi secara bergelombang dan terus-menerus untuk menyuarakan isu yang sama.

Baca juga: KSPI: Darurat PHK Lebih Mendesak daripada RUU Cipta Kerja

Aksi tersebut, kata Said, akan terus dilakukan sampai Badan Legislasi DPR menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Ia juga mengancam akan menggelar aksi yang lebih besar jika dua tuntutan KSPI untuk menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja dan penghentian PHK di masa pandemi Covid-19 tidak dipenuhi

"Jika dalam aksi ini tuntutan buruh agar Omnibus Law tidak didengar, KSPI memastikan bersama-sama dengan elemen buruh yang lain akan melakukan aksi besar-besaran," kata Said.

Said mengatakan, aksi besar-besaran tersebut akan melibatkan ratusan buruh dan akan dilakukan saat DPR menggelar sidang paripurna 14 Agustus mendatang.

Bahkan, di kota-kita lain juga akan melakukan aksi besar-besaran terkait desakan penghentian pembahasan RUU Cipta Kerja.

Baca juga: Akan Gelar Aksi Unjuk Rasa Terkait RUU Cipta Kerja, Ini Tuntutan KSPI

"Di mana buruh dari Jawa Barat, DKI dan Banten akan memusatkan aksinya di DPR RI. Selain itu, aksi juga akan dilakukan serentak di 15 provinsi yang lain," ujar dia.

Tak Akan Dihentikan

Melihat adanya aksi tersebut, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya mengatakan, DPR dan pemerintah tidak akan menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Willy Aditya, saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/11/2015).KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Willy Aditya, saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/11/2015).
Ia menjelaskan, RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang dirancang untuk menanggulangi krisis akibat pandemi Covid-19.

"Kenapa dihentikan? Ini kan formula untuk kita keluar dari krisis. Tidak boleh kita ego sektoral dalam situasi saat ini," kata Willy saat dihubungi, Rabu (29/7/2020).

Willy meminta kelompok buruh tidak hanya mementingkan kepentingannya sendiri.

Dia menegaskan, RUU Cipta Kerja merupakan solusi terhadap situasi krisis yang saat ini ada di depan mata.

Baca juga: Baleg DPR Sebut Pembahasan RUU Cipta Kerja Tidak Akan Dihentikan

"Sekarang apa solusi kita keluar dari krisis ini? Kalau kita bicara ego sektoral, semua punya ego untuk kepentingan masing-masing," ujar Willy.

Kendati demikian, dia menyatakan, aksi unjuk rasa yang akan digelar massa buruh hari ini merupakan hak konstitusional yang dilindungi undang-undang.

Willy pun mengatakan, Fraksi Partai Nasdem sejak awal meminta agar klaster ketenagakerjaan dicabut dari draf RUU Cipta Kerja, agar pembahasan RUU berjalan mulus.

"Tentu kalau mereka demo, itu hak politik mereka. Kalau Nasdem sendiri sejak awal ingin klaster ketenagakerjaan tidak dibahas, ditarik dari RUU Cipta Kerja," ucap Willy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com