JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin menilai, fokus utama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyelenggarakan Pilkada 2020 cenderung pada persoalan protokol kesehatan.
Akibatnya, hal-hal lain terkait teknis tahapan Pilkada menjadi kurang diperhatikan. Padahal, kata Afif, persoalan teknis Pilkada sama pentingnya.
"Yang saya lihat konsentrasi utamanya menurut saya, fokusnya itu lebih pada protokol kesehatan," kata Afif dalam sebuah diskusi daring yang digelar Rabu (29/7/2020).
Baca juga: Nasdem Dukung Muhamad-Sara pada Pilkada Tangsel, Bukan Dukung Kadernya
"Yang namanya syarat Pilkada sehat ini ya protokol kesehatan, tapi jangan melupakan hal-hal terkait teknis tahapan yang itu menjadi kewajiban kita untuk menjaganya," tuturnya.
Dari hasil pemantauan Bawaslu terhadap simulasi pemungutan suara yang digelar KPU 22 Juli lalu, ditemukan sejumlah catatan.
Misalnya, antrean pemilih yang begitu panjang saat hendak masuk ke tempat pemungutan suara (TPS).
Antrean disebabkan karena sebelum masuk TPS pemilih harus mencuci tangan dan memakai sarung tangan plastik yang diberi petugas.
Menurut Afif, adanya protokol kesehatan itu menyebabkan satu orang pemilih butuh waktu 2 menit untuk masuk ke TPS.
Dengan perkiraan tersebut, 1 jam waktu di TPS hanya dapat menampung 40 pemilih. Jika dikalkulasikan dengan lamanya waktu pemungutan suara dari pukul 07.00-13.00, maka selama 6 jam 1 TPS hanya dapat menampung 240 pemilih.
Padahal, batas maksimal pemilih yang ditampung 1 TPS 500 pemilih.
"Bagaimana jika (jumlah) pemilihnya lebih dr itu? Itu harus kita pikirkan," ujar Afif.
Baca juga: Purnomo hingga Cucu PB XII Masuk Radar Calon yang Diusung PKS di Pilkada Solo
Hal lain yang juga menjadi catatan Bawaslu ialah kebutuhan tempat yang luas untuk membangun TPS. Sebab, dalam Pilkada kali ini TPS wajib didesain menerapkan jaga jarak antar pemilih dan petugas.
Bawaslu juga mencatat bahwa TPS yang didesain KPU belum ramah pemilih disabilitas.
Dari hasil simulasi pemungutan suara KPU, pintu masuk TPS terlalu kecil sehingga menyulitkan pemilih disabilitas. Peletakan kotak suara juga dinilai terlalu tinggi.
Atas catatan-catatan itu, Afif meminta KPU lebih memperhatikan hal-hal terkait teknis pelaksanaan Pilkada.
Menurut Afif, baik protokol kesehatan maupun teknis penyelenggaraan Pilkada harus diberi perhatian yang cukup besar karena saling berkaitan.
"Bagaimana Pilkada ini berkualitas? Apakah kita harus memilih sehat yang penting sehat, kualitasnya sekian. atau sebaliknya? Kan bukan pilihan yang harus dihadap-hadapkan," ujar Afif.
Baca juga: Punya Kans Besar, Alasan Demokrat Usung Denny Indrayana di Pilkada Kalsel
"Menurut saya dua-duanya harus berkelindan bareng, berbarengan. Pilkada sehat, Pilkada berkualitas, tahapannya juga berkualitas minim pelanggaran," katanya lagi.
Untuk diketahui, Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Semula, hari pemungutan suara Pilkada akan digelar pada 23 September. Namun, akibat wabah Covid-19, hari pencoblosan diundur hingga 9 Desember 2020. Tahapan Pilkada lanjutan pasca penundaan telah dimulai pada 15 Juni 2020.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.