"Ini data perilaku atau agregat ini bisa diakses bebas tidak hanya pihak dalam negeri, tapi juga luar negeri. Ini menjadi rentan disalahgunakan. Tidak hanya pada aspek pertama, yaitu ekonomi, tapi juga pada aspek kedua yaitu politik," ujar Ardi.
Padahal, beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo pernah menyinggung pentingnya data di dalam perencanaan dan pelaksanaan sebuah program pemerintah.
Bahkan, Presiden menyebut, data adalah sebuah jenis kekayaan baru yang lebih mahal dari harga minyak.
"Saat ini data adalah new oil, bahkan lebih berharga dari minyak. Data yang valid merupakan kunci utama kesuksesan pembangunan sebuah negara," kata Jokowi seperti dilansir dari Kontan.co.id, pada 24 Januari lalu.
Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, masih rentannya perlindungan terhadap data agregat merupakan hal yang kontradiktif dengan cita-cita Presiden.
"Kalau namanya data agregat yang sudah termodifikasi, seperti contohnya data perilaku konsumen. Kalau di-googling saja, kita melihat kasus kebocoran data pribadi yang terbesar di dunia," kata Bobby seperti dilansir dari Antara, Senin (27/7/2020).
Kasus kebocoran data sendiri memang cukup banyak terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Sebut saja, kasus dugaan bocornya 91 juta data pengguna Tokopedia yang terjadi hampir bersamaan dengan kasus kebocoran data 13 juta akun pengguna Bukalapak.
Baca juga: Pembentukan Komisi Independen Dianggap Perlu Diatur dalam RUU PDP
Selain itu, ada pula kasus dugaan kebocoran data yang dialami oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Peretas menyebut data yang di-hack merupakan data tahun 2013 yang diklaim sebagai data Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu 2014.
Selain itu, ada pula kasus kebocoran data sekitar 230.000 pasien Covid-19. Data tersebut kemudian diperjualbelikan di situs dark web RapidForums.
Kendati demikian, Bobby menyatakan, semangat penyusunan RUU ini untuk melindungi data publik yang dikelola oleh negara, seperti data administrasi kependudukan, data imigrasi, dan sebagainya, justru telah menyentuh ranah pribadi.
Jika seperti itu, maka diperlukan wasit yang dapat memutuskan perkara terkait mana yang masuk data pribadi dan mana yang masuk data agregat, jika terjadi kebocoran data di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.