Sebelum Megawati mengungkapkan pilihannya, penguasa Orde Baru memang khawatir dengan masifnya kampanye Mega Bintang.
Dilansir dari Harian Kompas edisi 13 Mei 1997, pemerintah bahkan melarang penggunaan spanduk "Mega-Bintang" dalam kegiatan kampanye.
Jaksa Agung Singgih mengatakan, pencantuman "Mega Bintang" dinilai menyalahi peraturan perundangan tentang kampanye pemilu.
Baca juga: Megawati Kenang Jatuh Bangun PDI-P di Era Orde Baru
Namun, ia juga tak merinci lebih jauh dasar hukum pelarangan spanduk itu. Ia hanya mengatakan tiap spanduk yang digunakan dalam kampanye harus dapat izin kepolisian.
"Masalah fenomena munculnya spanduk Mega-Bintang sudah dibicarakan dalam rapat PPI hari ini. Spanduk-spanduk 'Mega-Bintang' yang berhasil dipantau Panwaslak lebih karena spontanitas massa ini adalah tidak dibenarkan menurut ketentuan perundangan yang berlaku. Ini jelas dilarang," kata Singgih.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Yogie S Memet membantah bahwa pelarangan spanduk "Mega Bintang" tersebut karena berkaitan dengan nama Megawati.
"Tidak ada embel-embel itu," kata Yogie.
Baca juga: Peristiwa Kudatuli, Sutiyoso, dan Hubungannya dengan Megawati...
Setelahnya, sebagaimana lima pemilu sebelumnya, Soeharto kembali terpilih sebagai presiden dan Golkar menang telak pada Pemilu 1997.
Namun, catatan "Jejak Pemilu" Harian Kompas pada 15 Februari 2014, menyatakan pemilu tahun 1997 menjadi pemilu terakhir pada masa Orde Baru.
Soeharto pun terguling dari kursi presiden pada 1998.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.