JAKARTA, KOMPAS.com - Komunitas Sunda Wiwitan melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait penyegelan bakal lokasi makam Pangeran Djatikusumah.
Pelaporan itu dilakukan di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (20/7/2020).
"Komunitas Sunda Wiwitan sudah mengadu secara resmi tentang permasalah yang dihadapi kepada Komnas HAM seminggu yang lalu," kata Komisioner Komnas HAM Beka Hapsara dal konferensi pers bertajuk 'Sunda Wiwitan Desak Pemerintah Pusat Menindak Penyegelan Inkonstitusional Bakal Makam Sesepuh, Selasa (28/7/2020).
Beka menilai, penyegelan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuningan telah mencederai prinsip hak asasi manusia.
Baca juga: Respons Sunda Wiwitan soal Belum Adanya IMB untuk Makam Sesepuh
Selain itu, ia juga menilai penyegelan tersebut mencederai konstitusi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.
"Semua memiliki hak asasi yang sama dan ini harus ditegakan, dihormati dan juga dipenuhi hak asasinya," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, bakal lokasi makam sesepuh masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat disegel pemerintah daerah setempat pada Senin (10/7/2020).
Makam tersebut rencananya akan digunakan untuk Pangeran Djatikusumah (88) dan istrinya.
Baca juga: Bakal Makam Sunda Wiwitan Disegel, Ridwan Kamil Minta Tak Ada Persekusi Sepihak
Menurut Kepala Satpol PP Kabupaten Kuningan Indra Purwantoro bangunan makam yang ia sebut tugu tersebut tidak memiliki izin.
Pihaknya mengklaim telah tiga kali mengirimkan surat peringatan dan hingga Senin pihak Akur Sunda Wiwitan tak dapat menunjukkan surat izin.
“Ini sudah sesuai SOP Satuan Pamong Polisi Praja. Kita sudah tiga kali menyampaikan surat peringatan."
"Setelah surat peringatan ketiga, belum dapat menujukan legalitas perizinan, SOP kami ya dilakukan penyegelan,” kata Indra kepada Kompas.com saat ditemui di kantornya Senin siang (20/7/2020).
Baca juga: Diskriminasi di Rumah Sendiri, Menyoal Penyegelan Bakal Makam Tokoh Sunda Wiwitan
Indra mengatakan telah mempersilahkan pihak Akur Sunda Wiwitan untuk mengajukan izin ke dinas terkait.
Jika tujuh hari setelah penyegelan tak bisa menunjukkan surat izin, Indra mengatakan Satpol PP akan memberi waktu 30 hari pada Akur Sunda Wiwitan untuk membongkar sendiri bangunan tersebut.
Jika 30 hari tak segera dibongkar maka Satpol PP yang akan melakukan pembongkaran.
Indra mengatakan tindakan yang dilakukan Satpol PP merujuk pada Perda Kabupaten Kuningan Nomor 13 tahun 2019 tentang penyelenggaraan IMB, dan juga Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) Satpol PP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.