Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Evi Novida Minta Jokowi Segera Keluarkan Keputusan Penundaan Pemecatan

Kompas.com - 28/07/2020, 15:00 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Evi Novida Ginting Manik, Hasan Lumbanraja, menyebut, Presiden Joko Widodo seharusnya mengeluarkan keputusan untuk menunda pelaksanaan Surat Keputusan Presiden Nomor 34/P Tahun 2020 tentang pemecatan Evi Novida sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Hal itu mengacu pada Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT yang menyatakan mengabulkan gugatan Evi terhadap Keppres 34/2020 sepenuhnya.

Menurut Hasan, dalam pertimbangan putusannya, PTUN meminta Presiden menunda pelaksanaan Keppres 34/2020 dengan cara menetapkan suatu keputusan.

Presiden juga diminta memberlakukan kembali Keppres yang menetapkan Evi sebagai Komisioner KPU.

Baca juga: Pimpinan Komisi II Harap Evi Novida Kembali Jabat Komisioner KPU

"Pertimbangan hukum putusan dalam penundaan tersebut harus diartikan, Presiden diwajibkan menunda Keppres 34/P Tahun 2020 dengan melakukan sesuatu bukan hanya dengan berdiam diri," kata Hasan melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (28/7/2020).

"Cara yang tepat sesuai maksud Putusan PTUN Dalam Penundaan yaitu Presiden menetapkan keputusan guna menunda pelaksanaan Keppres 34/2020 dan memberlakukan kembali Kepres 43/P Tahun 2017 tentang pengangkatan Evi sebagai anggota KPU RI masa jabatan 2017-2022," kata dia.

Hasan mengatakan, sejak Putusan PTUN Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT terbit pada 23 Juli 2020, amar putusan ‘Dalam Penundaan’ yang dimuat putusan tersebut berlaku serta merta dan sudah menunda daya berlaku Keppres 34/2020.

Baca juga: Gugatannya Dikabulkan, Evi Novida Berharap Presiden Jokowi Tak Banding

Meski begitu, menurut Hasan, Presiden tetap wajib mengembalikan jabatan Evi sebagai Komisioner KPU.

Keputusan Presiden melaksanakan amar Putusan PTUN ini berlaku sementara sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Dengan melakukan pengembalian jabatan Evi Novida Ginting Manik sesuai amar Putusan PTUN, kata Hasan, Presiden menjadi pihak yang memberikan perlindungan hukum kepada Evi.

Menurut PTUN, Undang-undang Pemilu memang tidak mengatur perlindungan hukum kepada Komisioner KPU yang sedang melaksanakan tugas yang sah.

Baca juga: Evi Novida Berharap Putusan PTUN Segera Dilaksanakan

Oleh karenanya, PTUN mengisi kekosongan hukum tersebut dengan mewajibkan Presiden melindungi Evi melalui pengembalian jabatan.

Hasan menyebut, ada dasar hukum yang kuat bagi Presiden melakukan penundaan keputusannya atas dasar putusan pengadilan yaitu Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Menurut Pasal 65 ayat (2) huruf b, penundaan keputusaan dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang menetapkan keputusan.

“Dalam lima hari setelah menerima Putusan DKPP 317/2019 Presiden menetapkan Keppres 34/P Tahun 2020. Ketaatan Presiden kepada Putusan badan semi peradilan seperti DKPP tersebut patut dipuji," ujar Hasan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com