Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Prasangka Demokrasi

Kompas.com - 27/07/2020, 16:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tanpa menggeneralisasi, tapi sukar membantah persepsi publik soal keberpihakan hukum yang seharusnya netral. Apalagi pemujaan terhadap hal-hal yang bersifat material kerap menggusur integritas.

Keempat, solidaritas. Demokrasi bukan persoalan sebatas hak-hak individu ditegakan. Jaminan kebebasan berbicara dilindungi. Atau pemilu jujur dan adil.

Namun, lebih dari itu, demokrasi yang dibutuhkan ke depan adalah demokrasi yang memanjakan solidaritas. Sebab, modal besar apalagi di tengah serangan pandemi Covid-19 adalah solidaritas di ruang publik.

Solidaritas bukan didasarkan pada ancaman, paksaan, atau kepatuhan yang didorong dari luar.

Solidaritas itu muncul ketika akses informasi yang komperhensif terbuka lebar, publik teredukasi baik, sehingga setiap pilihan baik kebijakan atau sikap di ruang publik memang secara kalkulasi diuntungkan jika solidaritas dilembagakan.

Jadi, tumbuh kembang solidaritas karena kesadaran sampai ke akar bahwa kita---manusia---adalah makhluk lemah dan rentan di jagad raya ini.

Tanpa kebersamaan apalagi tanpa merasakan penderitaan satu sama lain, kita akan lumpuh secara eksistensial sebagai manusia.

Kita bisa menjadi monster bagi orang lain tanpa kesadaran akan pentingnya solidaritas apalagi ditengah terjangan pandemi Covid-19.

Prasangka demokrasi

Uraian panjang lebar soal demokrasi akhirnya bermuara pada otensitas kita dalam berprasangka soal demokrasi.

Ada keterkecohan ketika kita memilih demokrasi maka seolah-olah surga sudah dekat. Negara pasti rapih. Warga tertib. Kesejahteraan tercapai.

Prasangka ini harus dikoreksi. Sebab, demokrasi tidak menjamin hal-hal tadi seperti kotak ajaib sihir yang langsung ada. Melainkan, demokrasi adalah awal kita melihat borok-borok, jerawat atau apapun dari kehidupan bernegara.

Sebab, ketika rezim otoriter masa lalu kita alami, maka segala penyakit bernegara tidak nampak karena hidup dalam halusinasi, hegemoni dan sulap.

Ketika reformasi, demokrasi seperti cermin yang bening, memamerkan segala lekuk anatomi kesalahan kita. Baik dalam tertib sosial yang lemah maupun transparasi yang buram. Bahkan, korupsi sekalipun yang seperti tak pernah habis dipangkas.

Meski demikian, demokrasi memberikan setidaknya harapan bahwa memperbaiki negara dilakukan secara bersama-sama. Segala duka derita dibagi beban.

Maka, pemilu selama ini ditegakkan dengan penuh komitmen dan integritas---dengan segala kekurangannya---dimaksudkan untuk memulai rasa sepenangungan itu ada.

Tentu menuju hal itu tidak mudah karena kita memiliki sekian banyak pekerja rumah seperti soal politik uang, korupsi, oligarki dan penyakit menahun lainnya. Bahkan, hukum pun masih perlu terus menerus dibenahi.

Semua itu tidak untuk membuat kita pesimis. Namun, merangsang menguatkan solidaritas berbasis integritas untuk memperbaiki semua. Cahaya harapan selalu tersedia bagi insan yang membuka hati untuk kemuliaan kepercayaan akan masa depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com