Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringati Peristiwa Kudatuli, PDI-P: Megawati Telah Ajarkan Politik Rekonsiliasi

Kompas.com - 27/07/2020, 13:16 WIB
Tsarina Maharani,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PDI Perjuangan (PDI-P) mengenang peristiwa 27 Juli 1996, saat kantor partai yang kala itu bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dikepung dan diduduki massa pendukung Soerjadi.

Saat itu, Soerjadi dan pendukungnya tidak terima dengan kepemimpinan Megawati Soekarnoputi berdasarkan hasil kongres partai pada 1993.

Soerjadi menggelar kongres pada Juni 1996 di Medan dan hasil kongres yang menetapkannya sebagai Ketua Umum PDI didukung oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Baca juga: Peristiwa Kudatuli dan Megawati yang Jadi Simbol Perlawanan Orba...

Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, sejarah kelam itu memberikan pelajaran berharga.

Menurut Hasto, sikap tenang Mega dalam menangani peristiwa itu mengajarkan kekuatan untuk berdamai dengan masa lalu.

"Kudatuli menjadi benih perjalanan reformasi di mana kekuatan rakyat menyatu dan mampu mengalahkan tirani. Di balik jatuhnya Pak Harto, Ibu Megawati telah mengajarkan politik rekonsiliasi, berdamai dengan masa lalu dan melihat masa depan. Di situlah hadir kekuatan moral seorang pemimpin," kata Hasto dalam keterangan tertulis, Senin (27/7/2020).

Ia mengatakan, Mega menghadirkan politik moral dengan menolak ikut mencela kepemimpinan Soeharto setelah lengser.

Padahal, kata Hasto, pemerintahan Soeharto menempatkan keluarga Soekarno dalam posisi yang tidak enak.

Upaya de-Sukarnoisasi dilakukan dengan membatasi pergerakan putra-putri Sukarno, terutama dalam politik.

"Kekuatan moral yang sama menghadirkan politik moral ketika dengan lantang Megawati Soekarnoputri meneriakkan, 'Setop hujat Pak Harto’. Padahal rakyat tahu, bagaimana praktek de-Sukarnoisasi tidak hanya menempatkan Bung Karno dalam sisi gelap sejarah, namun juga keluarga Bung Karno mendapatkan berbagai bentuk tekanan dan diskriminasi politik," tutur dia. 

Menurut Hasto, Mega mengajarkan agar tidak ada dendam politik karena sejarah masa lalu. Mega, kata Hasto, selalu mengingatkan pentingnya menatap masa depan.

Baca juga: Peristiwa Kudatuli, Sutiyoso, dan Hubungannya dengan Megawati...

Ia juga mengenang sikap Mega yang memilih menempuh jalur hukum dalam penyelesaian peristiwa Kudatuli.

Mega melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun, Mega kalah di pengadilan.

Kendati demikian, kata Hasto, ada gugatan di daerah lain yang kemudian dimenangkan majelis hakim.

Hasto mengatakan, kemenangan itu merupakan bukti bahwa hari nurani telah mengalahkan pemerintahan tirani.

"Kekuatan moral itu mendapatkan momentumnya ketika seorang hakim di Riau yang bernama Tobing, mengabulkan gugatan Ibu Megawati. Di sinilah hati nurani menggalahkan tirani," tuturnya.

Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, Jakarta dikepung massa di saat fajar pada 27 Juli 1996.

Pengepungan itu terjadi karena ada pihak yang tidak suka dengan kemenangan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI 1993-1998 berdasarkan kongres partai di Jakarta pada 1993.

Mereka adalah Soerjadi dan kelompok pendukungnya. Soerjadi, pada 22 Juni 1996, menggelar kongres partai di Medan. Kongres menetapkan Soerjadi sebagai ketua umum periode 1996-1998.

Baca juga: Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996, Saat Megawati Melawan tetapi Berakhir Diam...

Kepala Staf Sosial Politik ABRI saat itu, Letjen Syarwan Hamid, menyatakan pemerintah mengakui DPP PDI hasil Kongres Medan. Dengan demikian, pemerintah tidak mengakui adanya DPP PDI pimpinan Megawati.

Namun, dukungan untuk Megawati mengalir, terutama dari aktivis dan mahasiswa yang menentang rezim Soeharto. Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro menjadi salah satu lokasi utama untuk pemberian dukungan kepada Megawati.

Berbagai upaya penyelesaian sengketa tidak berhasil, hingga akhirnya terjadi bentrokan pada 27 Juli 1996 atau yang dikenal sebagai peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli) .

Peristiwa itu menewaskan dan menghilangkan sejumlah pendukung Megawati. Ratusan orang juga ditangkap akibat melakukan perusakan dan pembakaran, yang di antaranya merupakan massa pro-Megawati, pro-Soerjadi, dan oknum lain.

Kendati demikian, hingga saat ini tidak ada kejelasan penuntasan peristiwa Kudatuli, menyisakan misteri siapa dalang di balik kerusuhan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Tegaskan Belum Ada Upaya Revisi UU MD3 demi Kursi Ketua DPR

Golkar Tegaskan Belum Ada Upaya Revisi UU MD3 demi Kursi Ketua DPR

Nasional
Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Nasional
Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com