JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah organisasi masyarakat dan organisasi pendidikan menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP).
Mereka yakni Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI).
Alasan mereka mundur adalah proses seleksi POP yang dinilai tak sejalan dengan semangat perjuangan pendidikan.
Alasan lain, ketiga organisasi sepakat bahwa anggaran program ini bisa dialokasikan untuk keperluan yang lebih mendesak di bidang pendidikan.
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan mundur dari partisipasi aktif dalam POP.
Baca juga: Pemuda Muhammadiyah: Presiden Jokowi Harus Evaluasi Nadiem
Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Kasiyarno mengatakan, ada sejumlah pertimbangan mengapa Muhammadiyah dari POP.
"Setelah kami ikuti proses seleksi dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud RI dan mempertimbangkan beberapa hal, maka dengan ini kami menyatakan mundur dari keikutsertaan program tersebut," tegas Kasiyarno dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kompas.tv, Selasa (21/7/2020).
Meski begitu, Muhammadiyah tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah dan guru melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah sekalipun tanpa keikutsertaan dalam POP.
Sementara itu, Ketua LP Ma'arif NU Arifin Junaidi mempermasalahkan proses seleksi yang dinilai kurang jelas.
Alasan lain mundurnya NU karena saat ini LP Ma'arif NU sedang fokus menangani pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah di 15 persen dari total sekolah/madrasah atau sekitar 21.000 sekolah/madrasah.
Baca juga: Muhammadiyah, NU, PGRI Mundur, Kemendikbud Diminta Tunda Program Organisasi Penggerak
Mereka yang ikut pelatihan harus melatih guru-guru di satuan pendidikannya dan kepala sekolah serta kepala madrasah lain di lingkungan sekitarnya.
Sementara itu, POP harus selesai akhir tahun ini.
"Meski kami tidak ikut POP, kami tetap melaksanakan program penggerak secara mandiri," terangnya seperti dikutip dari NU Online.
PGRI juga memutuskan untuk tidak bergabung dalam POP Kemendikbud.
"Menyerap aspirasi dari anggota dan pengurus dari daerah, Pengurus Besar PGRI melalui Rapat Koordinasi bersama Pengurus PGRI Provinsi Seluruh Indonesia, Perangkat Kelengkapan Organisasi, Badan Penyelenggara Pendidikan dan Satuan Pendidikan PGRI yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 23 Juli 2020 memutuskan untuk tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud," papar Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi dalam keterangan tertulis, Jumat (24/7/2020).
Baca juga: Seleksi Ketat, Ini Tanggapan PGRI dan Ormas di Program Organisasi Penggerak
Salah satu pertimbangan PGRI untuk mundur ialah PGRI memandang bahwa dana yang telah dialokasikan untuk POP akan sangat bermanfaat apabila digunakan untuk membantu siswa, guru/honorer, penyediaan infrastruktur di daerah khususnya di daerah 3 T, dalam menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi.
Selain itu, PGRI memandang perlunya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus dipertanggungjawabkan secara baik dan benar berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah.
"Mengingat waktu pelaksanaan yang sangat singkat, kami berpendapat bahwa program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari," papar dia.
PGRI berharap Kemendikbud memberikan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh pada pemenuhan kekosongan guru akibat tidak ada rekrutmen selama 10 tahun terakhir.
Untuk diketahui, POP bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
Baca juga: Komisi X: Kemendikbud Belum Jelaskan Program Organisasi Penggerak secara Detail
Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu yang mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan.
Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp 595 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.