Pengeluaran tersebut antara lain untuk membeli peralatan yang tak tercatat sebagai aset perusahan, membeli valuta asing, dan membayar biaya operasional bagian pemasaran.
Kemudian, fee kepada pemilik pekerjaan dan subkontraktor yang dipakai, membayar denda pajak perusahaan subkontraktor, serta penggunaan lain oleh pejabat dan staf Divisi III/Sipil/II.
Adapun perusahaan yang digunakan untuk melakukan proyek fiktif itu yakni PT Safa Sejahtera Abadi, CV Dwiyasa Tri Mandiri, PT MER Engineering, dan PT Aryana Sejahtera.
Good corporate governance
Berkaca dari kasus ini, Firli mengingatkan sseluruh BUMN dan pelaku usaha lainnya untuk menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance.
"Kita berharap kepada seluruh pihak yg melakukan pengerjaan harus melakukan prinsip-prinsip yang ketat sebagaimana prinsip good corporate governance," kata Firli dalam konferensi pers yang disiarkan akun YouTube KPK, Kamis (23/7/2020).
Baca juga: Berkaca dari Kasus Proyek Fiktif, KPK Ingatkan soal Good Corporate Governance
Firli mengatakan, prinsip good corporate governance itu mesti diterapkan untuk menghindari terjadinyya modus-modus korupsi anggaran proyek konstruksi seperti dalam kasus ini.
Ia mengatakan, ketegasan dan pengawasan yang kuat juga harus dilakukan terhadap proyek-proyek yang terkait kepentingan publik.
Apalagi, proyek besar yang dikerjakan BUMN seharusnya lebih memiliki perspektif pelayanan kepada masyarakat.
Firli mengatakan, KPK pun akan terus mengawasi setiap kegiatan yang bersumber dari APBN dan APBD untuk mencegah terjadinya korupsi.
"Kita ingin mencegah terjadinya korupsi, tetapi kalau tetap terjadi korupsi, KPK tegas melakukan penindakan," kata Firli.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan