Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemecatan Komisioner KPU Evi Novida oleh Jokowi yang Dibatalkan PTUN...

Kompas.com - 24/07/2020, 06:29 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gugatan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Evi Novida Ginting Manik, terhadap Surat Keputusan Presiden Joko Widodo Nomor 34/P Tahun 2020 dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Surat yang digugat Evi itu berisi tentang tindak lanjut Presiden atas putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memecat Evi sebagai Komisioner KPU.

Melalui putusannya, PTUN menyatakan mengabulkan gugatan Evi untuk seluruhnya. Presiden juga diperintahkan untuk mencabut surat keputusannya mengenai pemecatan Evi.

Baca juga: Evi Novida Berharap Putusan PTUN Segera Dilaksanakan

Menurut sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) laman resmi PTUN, ada lima butir putusan dalam perkara bernomor 82/G/2020/PTUN.JKT itu. Kelimanya yakni:

(1) Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya

(2) Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tanggal 23 Maret tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 atas nama Dra. Evi Novida Ginting Manik, M. SP

(3) Mewajibkan tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tanggal 23 Maret tentang Pemberhentian dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 atas nama Dra. Evi Novida Ginting Manik, M. SP

(4) Mewajibkan tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan penggugat sebagai Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 seperti semula sebelum diberhentikan

(5) Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara

Baca juga: Keppres Pemecatan Evi Dibatalkan PTUN, Ini Tanggapan Istana

1. Berharap jalankan putusan

Dikonfirmasi melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Evi Novida Ginting Manik membenarkan bahwa gugatan perkaranya dikabulkan oleh PTUN.

"Iya, saya dapat dari pengacara begitu. Alhamdulillah ya dikabulkan seluruh permohonan," kata Evi, Kamis (23/7/2020).

Evi menegaskan bahwa dia tidak menggugat putusan DKPP, tetapi SK Presiden yang memecat dirinya.

Namun demikian, SK Presiden tersebut terbit sebagai tindak lanjut dari putusan DKPP.

"Jadi kan putusan DKPP itu belum final dan konkret kalau tidak dikeluarkan SK Presiden. Gitu ya menurut saya," ujar Evi.

Ia menyadari bahwa putusan PTUN itu belum inkrah. Masih ada kemungkinan Presiden mengajukan banding atas putusan itu.

Namun demikian, Evi berharap hal tersebut tak terjadi. Ia ingin Presiden menjalankan amar putusan PTUN Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT itu.

"Ya, berharap demikian dilaksanakan amar putusannya," kata Evi.

2. Bergantung Presiden

Dihubungi secara terpisah, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad menyebut bahwa meskipun SK Presiden terbit atas putusan DKPP, tindak lanjut dari Putusan PTUN bergantung pada langkah Presiden ke depan.

Baca juga: PTUN Kabulkan Gugatan Evi Novida, DKPP: Ke Depan Bergantung Presiden

Sebab, obyek gugatan perkara adalah Surat Keputusan Presiden, bukan putusan DKPP.

"Ya (bergantung pada langkah Presiden)," kata Muhammad saat dikonfirmasi, Kamis (23/7/2020).

"Obyek gugatan adalah keputusan Presiden, yang diputuskan PTUN adalah mengoreksi putusan Presiden," kata dia. 

Muhammad berpandangan, SK Presiden mengenai pemecatan Evi masih berlaku hingga ada putusan inkrah atas putusan PTUN. Sebab, masih ada upaya banding yang bisa ditempuh.

Namun demikian, menurut Muhammad, kewenangan banding ada di tangan Presiden.

"(Banding) bergantung Presiden," ujar dia.

Muhammad menyampaikan, Presiden perlu meluruskan putusan PTUN tersebut.

Sebab, atas kesepakatan bersama pemerintah dan DPR, desian kelembagaan DKPP telah dirumuskan dalam Undang-Undang Pemilu sebagai peradilan etika.

DKPP beri wewenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran etika penyelenggara pemilu. Oleh karenanya, kata Muhammad, vonis DKPP bersifat final mengikat.

"Terhadap amar putusan PTUN yang mengoreksi vonis DKPP pemberhentian menjadi rehabilitasi perlu diluruskan oleh presiden sebagai representasi pemerintah yang ikut merumuskan noma UU tentang kelembagaan DKPP," kata dia.

Baca juga: Dugaan Malaadministrasi Evi Novida, Ombudsman Kecewa DKPP Tak Kooperatif

3. Awal perkara

Perkara ini bermula ketika pertengahan Maret 2020 lalu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melalui putusan Nomor 317/2019 memecat Evi Novida Ginting Manik sebagai Komisioner KPU.

Evi dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu dalam perkara pencalonan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat daerah pemilihan Kalimantan Barat 6 yang melibatkan caleg Partai Gerindra bernama Hendri Makaluasc dan Cok Hendri Ramapon.

Hendri Makaluasc menduga bahwa perolehan suaranya pada pileg berkurang karena telah digelembungkan ke caleg Gerindra lainnya, Cok Hendri Ramapon.

Atas hal tersebut, Hendri menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Namun demikian, pasca-terbitnya putusan, Hendri menuding bahwa KPU tak menjalankan putusan MK dan Bawaslu karena hanya mengoreksi perolehan suaranya tanpa ikut mengoreksi perolehan suara Cok Hendri Ramapon.

Hendri pun mengadukan Evi dan komisioner KPU lainnya ke DKPP.

Setelah melalui serangkaian persidangan pemeriksaan, DKPP menilai bahwa Evi beserta ketua dan komisioner KPU lainnya tidak memahami dan melaksanakan putusan MK.

Namun, hukuman pemecatan hanya dijatuhkan pada Evi, sedangkan lima komisioner lain dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir.

Hukuman yang dijatuhkan kepada Evi lebih berat dibanding komisioner lainnya lantaran Evi dinilai bertanggung jawab dalam teknis penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam perselisihan hasil pemilu.

Baca juga: Dugaan Malaadministrasi Evi Novida, Ombudsman Kecewa DKPP Tak Kooperatif

Menindaklanjuti Putuaan DKPP, Presiden Joko Widodo pun mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan Evi secara tidak hormat per tanggal 23 Maret 2020.

Tak terima pada SK Jokowi, Evi menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada pertengahan April 2020.

Adapun alasan Evi mengajukan gugatan ini adalah karena SK Jokowi lahir berdasarkan putusan DKPP. Menurut Evi, putusan DKPP itu cacat secara hukum dan tidak bisa ditoleransi.

"Putusan DKPP 317/2019 amar nomor 3 yang memberhentikan saya sebagai anggota KPU, ditetapkan DKPP tanpa memeriksa pengadu maupun saya selaku teradu," ujar Evi, Minggu (19/4/2020).

Selain karena tak diperiksa, Evi menyebut putusan DKPP cacat lantaran pengadu, yang dalam hal ini ialah calon legislatif Partai Gerindra bernama Hendri Makaluasc, telah mencabut gugatannya di DKPP

Pengadu, kata Evi, juga tidak mengajukan alat bukti surat yang disahkan di muka persidangan maupun saksi dalam sidang DKPP.

Baca juga: Dipecat Jokowi dari Komisioner KPU, Evi Novida Gugat ke PTUN

Evi pun mengaku dirinya tak pernah melanggar kode etik penyelenggara pemilu.

Terkait langkah KPU dalam menetapkan calon legislatif terpilih Pileg 2019 yang menyeret Hendri Makaluasc, Evi menyebut bahwa pihaknya berupaya menjalankan bukti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perselisihan hasil pemilu.

"Saya dan enam anggota KPU tidak mendapat pengaruh ataupun upaya campur tangan dari pihak manapun saat menetapkan Surat KPU 1937/2019. Surat itu bukan disengaja untuk menguntungkan golongan, kelompok, atau pribadi dari partai tertentu," kata Evi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com