3. Awal perkara
Perkara ini bermula ketika pertengahan Maret 2020 lalu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melalui putusan Nomor 317/2019 memecat Evi Novida Ginting Manik sebagai Komisioner KPU.
Evi dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu dalam perkara pencalonan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat daerah pemilihan Kalimantan Barat 6 yang melibatkan caleg Partai Gerindra bernama Hendri Makaluasc dan Cok Hendri Ramapon.
Hendri Makaluasc menduga bahwa perolehan suaranya pada pileg berkurang karena telah digelembungkan ke caleg Gerindra lainnya, Cok Hendri Ramapon.
Atas hal tersebut, Hendri menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Namun demikian, pasca-terbitnya putusan, Hendri menuding bahwa KPU tak menjalankan putusan MK dan Bawaslu karena hanya mengoreksi perolehan suaranya tanpa ikut mengoreksi perolehan suara Cok Hendri Ramapon.
Hendri pun mengadukan Evi dan komisioner KPU lainnya ke DKPP.
Setelah melalui serangkaian persidangan pemeriksaan, DKPP menilai bahwa Evi beserta ketua dan komisioner KPU lainnya tidak memahami dan melaksanakan putusan MK.
Namun, hukuman pemecatan hanya dijatuhkan pada Evi, sedangkan lima komisioner lain dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir.
Hukuman yang dijatuhkan kepada Evi lebih berat dibanding komisioner lainnya lantaran Evi dinilai bertanggung jawab dalam teknis penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam perselisihan hasil pemilu.
Baca juga: Dugaan Malaadministrasi Evi Novida, Ombudsman Kecewa DKPP Tak Kooperatif
Menindaklanjuti Putuaan DKPP, Presiden Joko Widodo pun mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan Evi secara tidak hormat per tanggal 23 Maret 2020.
Tak terima pada SK Jokowi, Evi menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada pertengahan April 2020.
Adapun alasan Evi mengajukan gugatan ini adalah karena SK Jokowi lahir berdasarkan putusan DKPP. Menurut Evi, putusan DKPP itu cacat secara hukum dan tidak bisa ditoleransi.
"Putusan DKPP 317/2019 amar nomor 3 yang memberhentikan saya sebagai anggota KPU, ditetapkan DKPP tanpa memeriksa pengadu maupun saya selaku teradu," ujar Evi, Minggu (19/4/2020).
Selain karena tak diperiksa, Evi menyebut putusan DKPP cacat lantaran pengadu, yang dalam hal ini ialah calon legislatif Partai Gerindra bernama Hendri Makaluasc, telah mencabut gugatannya di DKPP
Pengadu, kata Evi, juga tidak mengajukan alat bukti surat yang disahkan di muka persidangan maupun saksi dalam sidang DKPP.
Baca juga: Dipecat Jokowi dari Komisioner KPU, Evi Novida Gugat ke PTUN
Evi pun mengaku dirinya tak pernah melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
Terkait langkah KPU dalam menetapkan calon legislatif terpilih Pileg 2019 yang menyeret Hendri Makaluasc, Evi menyebut bahwa pihaknya berupaya menjalankan bukti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perselisihan hasil pemilu.
"Saya dan enam anggota KPU tidak mendapat pengaruh ataupun upaya campur tangan dari pihak manapun saat menetapkan Surat KPU 1937/2019. Surat itu bukan disengaja untuk menguntungkan golongan, kelompok, atau pribadi dari partai tertentu," kata Evi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.