Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPI: 89 Persen Masyarakat Lebih Percaya Televisi Dibanding Internet

Kompas.com - 22/07/2020, 20:26 WIB
Irfan Kamil,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA,KOMPAS.com - Pola konsumsi media yang dilakukan masyarakat saat ini menjadi lebih kompleks dengan adanya internet.

Sebab, kini masyarakat dapat memenuhi kebutuhan informasi tidak hanya melalui televisi dan radio tetapi juga melalui internet.

Namun, berdasarkan data Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada masa pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa masyarakat lebih percaya informasi yang dipublikasi media televisi.

Baca juga: Peringati Hari Penyiaran Nasional, Televisi dan Radio Diminta Ikut Lawan Covid-19

“Kita bicara tentang hari ini, konsumsi media oleh masyarakat lebih banyak waktu nonton TV kisarannya tiga jam empat menit, data Nielsen terbaru di bulan Juni itu sekitar empat jam,” kata Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Mulyo Hadi Purnomo dalam diskusi literasi daring, Rabu (22/7/2020).

Kemudian, kata Mulyo, bersadarkan data yang disajikan oleh IDN Research Institute menunjukkan konsumsi televisi untuk usia 21-36 ini masih relatif tinggi.

Dari data tersebut, 89 Persen masyarakat lebih percaya informasi dari televis dibanding dari internet.

“Jadi angkanya masih 89 persen, kenapa bisa? jadi karena memang mereka lebih percaya pada televisi terutama pada televisi berita mendapatkan informasi-informasi yang terverifikasi, bisa dipertanggungjawabkan, selebihnya yang lain mengakses online video, kemudian berita harian radio, dan sebagainya,” ucap Mulyo

“Kalau kita lihat disini total konsumsi di usia 21 sampai 36 ini, alhamdulillah mereka menunjukkan waktunya lebih banyak nonton televisi daripada mengakses internet,” lanjut dia.

Disisi lain, menurut Mulyo, masyarakat yang mencari informasi melalui internet perlu dibekali literasi media yang baik.

Sebab, jika tidak dapat berdampak buruk bagi pengetahuan masyarakat dan dapat menimbukan kegaduhan.

“Hari ini kita bicara tentang klepon yang di mana status Facebook itu banyak yang menyebut klepon, kemarin itu menyebut tentang pohon cemara, banyak hal yang kemudian bisa dibuat dan menimbulkan kegaduhan,” tutur Mulyo.

Baca juga: Sekjen MUI: Televisi Harusnya Sosialisasi Protokol Kesehatan Covid-19 pada Prime Time

Mulyo menambahkan, banyaknya informasi yang beredar di internet yang tidak terkonfirmasi justru kontraproduktif dengan kondisi saat ini.

“Kemarin saya sempat ada sebuah tayangan youtube yang menginformasikan bahwa thermo gun itu sangat berbahaya bagi otak kita karena ditembakkan ke otak, itu dipakai untuk mengukur suhu logam misalnya karena logam itu benda keras maka tidak pantas atau tidak tepat untuk kemudian digunakan di kepala kita,” kata Muyo.

“Ini kan peringatan yang sangat tidak bisa dipertanggungjawabkan itu kemudian malah Justru kontraproduktif dengan kondisi yang sekarang ini,” tutup Mulyo

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com