JAKARTA, KOMPAS.com - Polri mengaku tidak menghapus red notice untuk buronan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Sugiarto Tjandra.
“Jadi polisi bukan menghapus, bukan, enggak bisa, yang menghapus Interpol di Lyon, Prancis,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Menurut penjelasan Polri sebelumnya, red notice akan terhapus otomatis dari basis data Interpol setelah melewati batas waktu lima tahun.
Polri merujuk pada article atau pasal nomor 51 dan 68 di "Interpol’s Rules on The Processing of Data".
Baca juga: Beda Pemahaman Polri dan Kejagung soal Masa Berlaku Red Notice, Ini Kata Kriminolog
Di article nomor 51, kata Argo, tertulis soal penghapusan data oleh sistem. Kemudian, article nomor 68 disebutkan bahwa file atau red notice memiliki batas waktu lima tahun.
Maka dari itu, menurut keterangan Polri, red notice Djoko Tjandra terhapus secara otomatis pada 2014 karena telah melewati batas waktu sejak diajukan Kejaksaan Agung pada 2009.
Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo kemudian mengirim surat kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham di tahun 2020.
Surat dengan surat nomor B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020 tersebut ditandatangani Nugroho atas nama Kepala Divisi Hubungan International Polri.
Baca juga: Jaksa Agung: Red Notice Itu Tidak Ada Cabut Mencabut!
Melalui surat tersebut, Nugroho menyampaikan terhapusnya red notice untuk Djoko Tjandra sejak 2014 karena tidak ada permintaan perpanjangan dari Kejaksaan Agung.
Argo menegaskan, surat tersebut hanya untuk memberi informasi mengenai terhapusnya red notice Djoko Tjandra.
“Kalau yang kemarin surat oleh Pak Sekretrasi NCB itu kan menyampaikan ke Imigrasi, ini lho red notice-nya sudah terhapus,” ujarnya.
Kini, Nugroho serta atasannya, Kepala Divisi Hubungan International Polri Irjen Napoleon Bonaparte telah dimutasi.
Baca juga: Soal Red Notice Djoko Tjandra, Polri: Sekretaris NCB Interpol Diduga Langgar Kode Etik
Argo menyebutkan, keduanya diduga melanggar kode etik karena tak menjalankan prosedur perihal administrasi.
“Ada beberapa SOP (standar operasional prosedur) di administrasi yang tidak dilakukan oleh Brigjen NS dengan Kadiv Hubinter, maka itulah yang diberikan etik di sana,” tuturnya.
Sayangnya, Argo tak merinci lebih lanjut perihal pelanggaran yang diduga dilakukan oleh Nugroho dan Napoleon.