JAKARTA, KOMPAS.com- Kuasa hukum eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Tony Hasibuan, membantah kliennya akan membongkar kecurangan pada Pemilu 2019 sebagaimana disampaikan kuasa hukum Wahyu yang lain, Saiful Anam.
Tony mengatakan, pernyataan yang menyebut Wahyu akan membongkar kecurangan pada Pemilu merupakan pernyataan pribadi Saiful.
"Menurut pemberitaan media yang ada, menyatakan bahwa Wahyu Setiawan mengajukan Justice Collaborator (JC) akan membongkar kecurangan Pilpres dan Pilkada merupakan pernyataan pribadi saudara Saiful Anam, bukan pernyataan resmi Bapak Wahyu Setiawan, maka dengan ini kami sampaikan klarifikasi," kata Tony dalam siaran pers, Rabu (22/7/2020).
Baca juga: Pengacara: Wahyu Setiawan Kan Mau Nyanyi, Tinggal KPK Perbesar Volumenya atau Tidak
Dalam poin-poin klarifikasinya, Tony menuturkan, JC yang diajukan hanya berkaitan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK yaitu dugaan suap pergantian antarwaktu Harun Masiku dan seleksi anggota KPU Papua Barat.
Tony melanjutkan, Wahyu pun telah menyampaikan seluruh keterangan dengan benar dan bertindak kooperatif selama penyidikan hingga persidangan.
Kemudian, barang bukti uang dugaan suap perkara tersebut juga telah dikembalikan secara sukarela oleh Wahyu di tingkat penyidikan.
"Bahwa berdasarkan uraian point 1 sampai dengan point 3 di atas, menjadikan alasan diajukannya permohonan justice collaborator (JC) pada persidangan agar dapat dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dan Pimpinan KPK," kata Tony.
Ia menambahkan, Wahyu pun telah mencabut kuasanya kepada Saiful Anam.
"Bahwa bersamaan dengan ini Bapak Wahyu Setiawan menyatakan mencabut kuasnaya atas nama Saiful Anam," kata Tony.
Diberitakan sebelumnya, Saiful Anam menyebut Wahyu mengajukan diri sebagai justice collaborator dan akan membongkar tiga hal.
Pertama, dugaan keterlibatan berbagai pihak mulai dari partai, perorangan, lembaga, dan komisioner KPU terkait kasus PAW Harun Masiku.
Baca juga: Wahyu Setiawan Siap Bongkar Kasus Harun Masiku hingga Kecurangan Pemilu
Kemudian, suap terkait seleksi anggota KPU provinsi Papua Barat yang disebut berasal dari Gubernur Papua Barat serta suap terkait pemilihan anggota KPU di provinsi lainnya.
Ketiga, lanjut Saiful, Wahyu juga ingin membongkar dugaan kecurangan pada Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden tahun 2019.
Adapun kini Wahyu berstatus sebagai terdakwa kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR RI periode 2019-2024.
Dalam kasus ini, Wahyu bersama mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridellina didakwa menerima suap sebesar Rp 600 juta dari eks staf Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto bernama Saeful Bahri dan eks caleg PDI-P Harun Masiku.
Dalam dakwaan dijelaskan bahwa Agustiani menjadi perantara suap antara Harun Masiku dan pihak swasta yang juga kader PDI-P Saeful Bahri.
Baca juga: KPK: Wahyu Setiawan Bisa Jadi Whistle Blower jika Permohonan JC Ditolak
Uang tersebut diberikan agar Wahyu bisa membujuk Komisioner KPU lainnya dan menerbitkan keputusan hasil pemilu hingga Harun bisa segera menggeser caleg Riezky Aprilia yang memiliki jumlah suara lebih banyak daripada Harun.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani didakwa melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Di samping itu, Wahyu juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta terkait proses seleksi calon anggota KPU daerah (KPUD) Provinsi Papua Barat periode tahun 2020- 2025.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.