JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pihak mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (20/7/2020).
Gugatan ini diajukan oleh Konsultan Pertambangan Helvis dan Sekretaris Umum Ikatan Sarjana Nadhlatul Ulama (ISNU) Muhammad Kholid Syeirazi.
Kholid mengatakan, uji materi yang diajukan yakni Pasal 169 A dalam UU Minerba.
Baca juga: Dinilai Rugikan Pemprov Babel, Erzaldi Rosman Minta UU Minerba Dikaji Lagi
Pasal ini mengatur mengenai adanya jaminan perpanjangan kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Menurut Kholid, dalam pengelolaan tambang, UU Minerba seharusnya memberi ruang yang cukup bagi keterlibatan BUMN, BUMD, dan pemerintah daerah dalam proses pertambangan.
"Namun, perubahan UU Minerba telah mendowngrade posisi pemerintah sebagai lisences atau subyek yang memiliki otoritas," kata Kholid dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (21/7/2020).
Sementara itu, Helvis menilai, pemerintah tersandera dengan adanya Pasal 169 A dalam UU Minerba.
Helvis menyebutkan, secara teknis proses perpanjangan izin merupakan ranah kementerian melalui aturan di bawah undang-undang.
Namun, UU Minerba yang baru disahkan DPR ini telah mengubah perpanjangan KK menjadi IUPK.
"Saat ini sedikitnya ada 7 (tujuh) PKP2B yang kontraknya akan berakhir di tahun 2020 sampai dengan 2025, dengan adanya ketentuan Pasal 169 A perubahan UU Minerba tersebut, maka PKP2B tersebut mendapatkan jaminan perpanjangan menjadi IUPK, ketentuan tersebut jelas mendegradasi dan menyandera pemerintah," kata Helvis.
Baca juga: UU Minerba Digugat ke MK, Ini Tiga Alasan Penggugat Ajukan Uji Materi
Adapun kuasa hukum Helvis dan Kholid yakni Tezar Yudhistira telah mendaftarkan permohonan pengujian Pasal 169 A UU Minerba di Mahkamah Konstitusi, Senin (20/7/2020) dengan tanda terima No. 2009-0/PAN.MK/VII/2020.
Sebelumnya, sejumlah pihak juga mengajukan uji materi terhadap UU Minerba pada Jumat (10/7/2020).
Gugatan diajukan oleh berbagai kalangan, dari Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan, Ketua PPUU DPD RI Alirman Sori, anggota DPD Tamsil Linrung, hingga aktivis seperti Hamdan Zoelva dan Marwan Batubara
Salah satu anggota kuasa hukum, Ahmad Redi mengatakan, uji formil diajukan untuk menggugat proses pembentukan dan pembahasan UU Minerba yang dinilai cacat, tidak transparan, dan menyalahi ketentuan perundang-undangan.
"Terbentuknya UU Nomor 3 Tahun 2020 ini mengandung potensi moralitas hukum formil dan materiil yang jahat bagi pembangunan nasional di bidang pertambangan mineral dan batubara," kata Redi, dilansir dari Kontan.co.id, pada Sabtu (11/7/2020) pagi.
Redi menjelaskan, setidaknya ada tiga hal pokok yang menjadi pertimbangan pengajuan gugatan terhadap UU Minerba.
Pertama, saat masih berbentuk RUU, UU Minerba dinilai tidak memenuhi kriteria carry over atau keberlanjutan pembahasan ke DPR periode berikutnya.
Baca juga: UU Minerba Digugat ke MK, Ini Pihak-pihak yang Ajukan Uji Materi
Dia menjelaskan, menurut penggugat, carry over yang pada pembahasan UU Minerba baru itu dipaksakan, dan tidak sesuai dengan Pasal 71 A UU Nomor 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal tersebut mengatur bahwa dalam hal pembahasan RUU telah memasuki pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada periode masa keanggotaan DPR saat itu, maka hasil pembahasan RUU disampaikan kepada DPR periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR, Presiden, dan/atau DPD, RUU tersebut dapat dimasukkan kembali ke dalam daftar Prolegnas jangka menengah dan/atau Prolegnas prioritas tahunan.
Secara faktual, lanjut Redi, RUU Minerba merupakan RUU inisiatif DPR yang telah disusun drafnya sejak DPR periode 2014-2019 hingga masa jabatan DPR periode lalu berakhir bulan September 2019, belum dilakukan pembahasan DIM RUU Minerba.
Baca juga: UU Minerba Dinilai Jadi Bukti Pemerintah Tak Berpihak pada Lingkungan dan Rakyat
Dengan demikian, RUU Minerba dinilai bukanlah RUU carry over sehingga tidak dapat dilanjutkan pembahasannya.
"Sebaliknya ia harus mulai dari tahap awal, yaitu perencanaan, penyusunan, baru pembahasan. Artinya, pemaksaan carry over RUU Minerba ke DPR Periode 2019-2024 jelas ilegal karena bertentangan dengan Pasal 71A UU No. 15 Tahun 2019," kata Redi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.