JAKARTA, KOMPAS.com - Institusi Polri menjadi sorotan beberapa hari belakangan karena terseret dalam sengkarut pelarian buron terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali tahun 2003, Djoko Tjandra.
Sejauh ini, terdapat dua jenderal polisi berbintang satu atau berpangkat brigadir jenderal yang diduga terlibat.
Sejumlah "surat sakti" dikeluarkan agar Djoko Tjandra bebas melakukan aktivitas pribadinya.
Persekongkolan mereka terbongkar hingga akhirnya Brigjen Prasetijo (sebelumnya ditulis Prasetyo) Utomo dicopot dari jabatannya dan ditahan Divisi Propam Polri.
Penerbitan Surat Jalan
Polemik ini bermula dari munculnya surat jalan yang ditandatangani oleh Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.
Surat itu diterbitkan Prasetijo saat menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Baca juga: Terseret Kasus Djoko Tjandra, Ini Kekayaan Brigjen Prasetijo Utomo
Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis pun mencopot Prasetijo dari jabatannya untuk kepentingan pemeriksaan.
Dari hasil pemeriksaan sementara, Prasetijo mengeluarkan surat jalan atas inisiatif sendiri.
Selain itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, penerbitan surat tidak berkaitan dengan jabatan Prasetijo.
“Kemudian dia melampaui kewenangan tidak lapor kepada pimpinan, tidak izin, dan juga tidak ada kaitannya antara kasus Djoko Tjandra dengan jabatan daripada BJP PU,” kata Argo di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Rabu (15/7/2020).
Surat jalan yang dikeluarkan seharusnya hanya digunakan bagi anggota kepolisian untuk kepentingan dinas ke luar kota.
Baca juga: Utas Pelarian Djoko Tjandra Bikin Heboh, Kajari Jaksel dan Dokter Polri Sampai Dipanggil
Dari keterangan Argo, surat jalan seharusnya dikeluarkan kepala Bareskrim atau wakil kepala Bareskrim.
Prasetijo diduga melanggar Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri.
Selain itu, Prasetijo akan dijerat dengan hukum pidana.