JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis mencopot Brigjen (Pol) Prasetyo Utomo dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri dinilai tepat.
Tindakan Prasetyo dinilai telah mencoreng nama baik institusi Polri, karena membantu mengeluarkan surat jalan bagi buron kasus pengalihan utang atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra atau Joko Soegiarto Tjandra.
Namun, pengusutan atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang kini tengah dilakukan oleh Divisi Propam Polri, diharapkan tidak berhanti sampai pencopotan Prasetyo semata.
"Komisi III mengapresiasi Kapolri yang merespon cepat kasus keluarnya surat jalan Kakorwas PPNS Bareskrim dengan mencopot pejabat yang bersangkutan dari posisinya untuk menjalani pemeriksaan," kata anggota Komisi III Arsul Sani menjawab Kompas.com, Rabu (15/7/2020).
Terungkapnya persoalan surat jalan untuk Djoko Tjandra pertama kali dikemukakan oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Boyamin menduga ada pihak dari instansi tertentu yang membantu memuluskan langkah Djoko Tjandra untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca juga: Teka-teki Djoko Tjandra dan Keterlibatan Brigjen Prasetyo Utomo si Pejabat Bareskrim
Boyamin pun telah melaporkan hal tersebut ke Ombudsman RI. Selain itu, dirinya juga telah menyerahkan salinan foto surat jalan tersebut ke Komisi III DPR.
Belakangan, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane membeberkan, jika surat jalan itu dikeluarkan oleh oknum polisi di lingkungan Bareskrim Polri.
"IPW mengecam keras tindakan Bareskrim Polri yang sudah mengeluarkan surat jalan kepada Joko Chandra, sehingga buronan kelas kakap itu bebas berpergian dari Jakarta ke Kalimantan Barat dan kemudian menghilang lagi," kata Neta melalui keterangan tertulis, Rabu (15/7/2020).
Dari data yang diperoleh IPW, surat bernomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas tertanggal 18 Juni 2020 tersebut ditandatangani oleh Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetyo Utomo.
Preseden baik
Arsul menambahkan, langkah tegas Idham merupakan sebuah preseden baik yang sudah sepatutnya diikuti oleh pimpinan kementerian/lembaga lain.
Menurut dia, bila ada oknum di sebuah lembaga yang diduga melakukan perbuatan tindakan hukum dan berpotensi merugikan nama baik lembaga, maka harus segera ditindak.
Baca juga: Dipersoalkan, Surat Jalan Djoko Tjandra Rupanya Khusus untuk Polisi
"Terlebih-lebih lagi kalau ini menyangkut institusi penegak hukum dan menyangkut gangguan terhadap proses penegakkan hukum atau obstruction of law enforcement," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh anggota Komisi III dari Fraksi PKB, Jazilul Fawaid.
Menurut dia, langkah tegas Kapolri merupakan sebuah bentuk tanggung jawab dirinya terhadap institusi.
"Saya yakin Kapolri akan bertindak profesional untuk menjaga nama baik dan martabat kepolisian," ujarnya.
Jangan hanya dicopot
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengatakan, Polri harus mengambil langkah yang lebih tegas terhadap oknum anggota yang membantu buronan aparat penegak hukum.
Ia pun mengibaratkan oknum yang berkongsi dengan penjahat, sama juga dengan orang jahat.
"Oknum polisi yang membantu maling ya sama dengan maling. Jadi saya dukung Kabareskrim untuk segera menindak jajarannya yang memang ketahuan membantu lolosnya Djoko Tjandra," kata Sahroni.
Sementara itu, Jazilul berharap, pencopotan Prasetyo hanya langkah awal guna menyelidiki motif di balik pemberian bantuan tersebut.
Baca juga: Pejabat Polri Penerbit Surat Jalan Djoko Tjandra Ditahan 14 Hari
"Saya yakin selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan apakah (terjadi) dugaan pelanggaran (oleh) yang bersangkutan. Sekaligus mengungkap proses, motif, dan alasan dikeluarkannya surat jalan tersebut," ujarnya.
"Dugaan saja belum cukup, namun harus dibuktikan sesuai mekanisme yang tersedia," imbuh Jazuli.
Senada, Arsul menyampaikan hal tersebut. Bahkan, ia meminta, Kapolri turut mengusut adanya dugaan bantuan yang diberikan oleh Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia kepada Djoko Tjandra.
Sebab, sebelumnya sempat terungkap status red notice Djoko Tjandra dihapus karena alasan tidak pernah diperbarui oleh Kejaksaan Agung sejak 2014.
Hal itu yang kemudian mengakibatkan sistem alarm Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM tidak berbunyi, ketika Djoko Tjandra masuk ke Indonesia untuk mengurus PK-nya di PN Jakarta Selatan.
"Kami di Komisi III berharap pimpinan Polri tidak hanya berhenti sampai dengan soal yang terkait dengan surat jalan tersebut, tapi juga merespon dengan penyelidikan terkait keluarnya surat dari jajaran NCB Interpol Polri yang mencabut dari daftar status buron Djoko S Tjandra. Ini yang sebenarnya menjadi fokus kami juga di Komisi III bahkan sampai ada yang mengusulkan perlunya dibentuk pansus," kata Arsul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.