JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya menyayangkan kelompok buruh keluar dari tim teknis omnibus law RUU Cipta Kerja yang dibuat Kementerian Ketenagakerjaan.
Willy mengatakan, forum yang seharusnya mencari titik temu antara kelompok buruh dan pengusaha justru mementingkan kepentingan masing-masing.
"Sangat disayangkan jika ruang dialog semacam itu jadi tidak produktif dan malah berbuah ancaman (demo besar)," ujar Willy saat dihubungi, Rabu (15/7/2020).
"Saya melihat, semangat untuk mencari titik temu tidak terwujud di forum tersebut. Yang terjadi malah penegasan kepentingan masing-masing," kata anggota Fraksi Partai Nasdem ini.
Baca juga: Keluarnya Buruh dari Tim Teknis Omnibus Law dan Ancaman Demo Besar
Willy menilai, kehadiran RUU Cipta Kerja dalam upaya untuk mewujudkan kemudahan perizinan usaha sehingga menjadi perhatian serius kelompok buruh, pengusaha dan pemerintah.
Oleh karenanya, ia berharap Kementerian Ketenagakerjaan kembali membangun ruang dialog dalam tim teknis dan mempersatukan segala unsur agar rumusan RUU Cipta Kerja tak menyimpang.
"Yang mempersatukan berbagai unsur dan kepentingan yang berbeda untuk mencoba saling memahami dan mencari formula yang bisa 'memenangkan' semua pemangku kepentingan di dalam RUU Cipta Kerja ini, tanpa melenceng dari tujuan dirumuskannya," ujarnya.
Lebih lanjut, Willy mengatakan, jika titik temu tak kunjung bisa dibangun antara kelompok buruh dan pengusaha, maka ia mengusulkan klaster ketenagakerjaan lebih baik dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja.
"Paling pahitnya, jika pun tidak bisa juga terjadi titik temu antara kalangan pengusaha dan buruh seperti yang diharapkan oleh Presiden," kata Willy.
"Maka seperti yang diusulkan sejak awal oleh Fraksi Partai Nasdem, klaster Ketenagakerjaan ini lebih baik dibahas tersendiri saja. Ia tidak perlu ada di RUU Cipta Kerja ini. Ia masuk ke revisi UU Ketenagakerjaan misalnya," ujar dia.
Baca juga: Survei SMRC: 74 Persen Masyarakat Belum Tahu Ada RUU Cipta Kerja
Diberitakan sebelumnya, sejumlah konfederasi dan serikat buruh memutuskan mengundurkan diri dari tim teknis yang membahas omnibus law RUU Cipta Kerja dalam unsur tripartit.
Keluarnya kalangan buruh dari tim teknis yang dibentuk Kementerian Ketenagakerjaan itu disinyalir karena arogansi Apindo maupun Kadin.
"Unsur Apindo/Kadin dengan arogan mengembalikan konsep RUU usulan dari unsur serikat pekerja dan tidak mau meyerahkan usulan konsep Apindo/Kadin secara tertulis," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (14/7/2020).
Baca juga: Ini Alasan Kelompok Buruh Mundur dari Tim Teknis Pembahasan RUU Cipta Kerja
Dari unsur serikat buruh, mereka mewakilkan 15 anggotanya dalam tim teknis tersebut, di antaranya dari KSPI, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), hingga Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Perhutanan Indonesia (FSP Kahutindo).
Dalam perjalanannya, kata Said, tim ini bertemu untuk kali pertama pada Rabu (8/7/2020).
Baca juga: Buruh Mundur dari Tim Teknis Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Ada Apa?
Dalam pertemuan tersebut, serikat pekerja yang tergabung di dalam Majelis Pakerja Buruh Indonesia (MPBI) menyerahkan satu konsep bersama draf sandingan RUU Cipta Kerja kepada pemerintah dan unsur Apindo maupun Kadin secara tertulis.
Menurut Said, draf itu berisi analisa dan pandangan kalangan buruh mengenai dasar penolakannya terhadap klaster ketenagakerjaan.
Kemudian, mengusulkan agar Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijadikan sebagai perlindungan kesejahteraan yang paling minimal bagi pekerja maupun buruh.
Namun, lanjut Said, saat sidang pertama digelar, secara arogan konsep dan draf yang sebelumnya diserahkan kalangan buruh dikembalikan oleh unsur Apindo maupun Kadin.
Baca juga: Sekjen MUI Nilai RUU Cipta Kerja Beri Kewenangan Berlebih ke Presiden
Hal itu diperparah dengan tidak mampunya Apindo dan Kadin menunjukkan konsep yang mereka tawarkan atas pengembalian gagasan yang sebelumnya lebih dulu ditawarkan kalangan pekerja.
"Ini menunjukkan Apindo/Kadin tidak memahami esensi pembahasan tripartit dan mengingkari makna take and give yang pernah disampaikan oleh ketua umum mereka dalam rapat pertama. Bahkan amanat Presiden Jokowi pun diabaikan," kata dia.
Selanjutnya, dalam pertemuan kedua pada Jumat (10/7/2020), Kadin dan Apindo menegaskan bahwa pertemuan di dalam tim teknis tersebut tidak perlu ada keputusan dan kesepakatan.
Alasannya, karena tim tersebut hanya sekadar untuk memberikan masukan.
Menurut Said, pihak Apindo dan Kadin menyatakan bahwa rapat tim teknis tersebut bukan perundingan para pihak. Padahal, hasil pembahasan tim tersebut berupa rekomendasi untuk Presiden Joko Widodo.
Di sisi lain, pernyataan Kadin dan Apindo juga diperburuk dengan sikap dari unsur pemerintah yang diwakili Kementerian Ketenagakerjaan, yang menganggap tim teknis tersebut bukan perundingan dan tidak perlu ada kesepakatan atau keputusan apapun.
Atas dasar itu, KSPI dan serikat buruh lainnya menolak sikap Apindo, Kadin, dan pemerintah karena tidak sesuai semangat yang diamanatkan Jokowi, termasuk keinginan para buruh agar RUU Cipta Kerja pada klaster Ketenagakerjaan tidak merugikan dan mengeksploitasi buruh.
Diketahui, DPR akan melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja pada Masa Persidangan IV Tahun 2019-2020.
RUU Cipta Kerja sebelumnya sempat mandek setelah Presiden Jokowi memutuskan menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.