JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 ( Covid-19).
Dalam Kepmen yang ditandatangani pada 13 Juli tersebut, Terawan mengganti istilah operasional lama dalam penanganan Covid-19 dengan delapan istilah operasional baru.
Beberapa istilah penting yang diganti yakni orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan orang tanpa gejala (OTG).
Dikutip dari lembaran Kepmenkes tersebut, Selasa (14/7/2020), ODP berubah istilahnya menjadi kontak erat, PDP menjadi kasus suspek, dan OTG menjadi kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik).
Delapan istilah baru
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto menjelaskan pengertian sejumlah istilah baru dalam penanganan Covid-19.
Istilah baru ini berdasarkan pedoman baru yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 ( Covid-19).
"Kita tak lagi menggunakan definisi operasional sebelumnya. Istilah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), orang tanpa gejala, kasus konfirmasi kita ubah," ujar Yuri dalam konferensi pers di Graha BNPB, Selasa (14/7/2020).
Dengan perubahan itu, pemerintah resmi menggunakan delapan istilah baru.
Kedelapan istilah baru itu adalah kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, kontak erat, pelaku perjalanan, discarded, selesai isolasi, dan kematian.
Berikut ini rincian penjelasan Yuri tentang sejumlah istilah baru yang digunakan pemerintah.
1. Kasus suspek
Menurut Yuri, ada tiga kriteria dalam kasus ini. Pertama, adalah kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
"Di mana di dalam riwayat penyakitnya dalam 14 hari sebelum sakit, individu berasal atau tinggal di daerah yang sudah terjadi local transmission atau penularan lokal," kata Yuri.
Kedua, jika dalam 14 hari terakhir individu pernah kontak dengan kasus yang sudah terkonfirmasi positif atau kontak dengan kasus probable.
Dalam hal ini adalah kontak dekat. Kurang dari 1 meter, tanpa pelindung, dalam waktu lebih dari setengah jam dan seterusnya
"Maka, ini juga kita masukkan dalam kelompok kasus suspek," lanjutnya.
Baca juga: Pemerintah Ganti Istilah ODP, PDP, dan OTG Covid-19, Apakah Perlu?
Ketiga, jika ada kasus ISPA yang harus dirawat di rumah sakit dan tidak ditemukan sebabnya secara spesifik yang meyakinkan bahwa ini bukan penyakit Covid-19.
Artinya, kondisi itu dicurigai Covid-19, maka dimasukkan ke kelompok suspek.
"Kalau kita lihat pada definisi sebelumnya, maka semua kasus PDP adalah kasus saspek. Bahkan kasus ODP di mana ada keluhan ISPA dan pernah kontak dengan kasus terkonfirmasi positif itu pun termasuk dalam kasus suspek," jelas Yuri.
2. Kasus probable
Menurut Yuri, kasus probable ini adalah penderita dengan infeksi saluran pernafasan berat atau yang meninggal.
Yang mana, kata dia, hasil klinisnya meyakinkan bahwa kondisi tersebut adalah Covid-19.
"Itu bisa kita dapatkan dari gambaran rontgent paru misalnya, kita dapatkan dari hasil pemeriksaan laboratorium darah misalnya," ungkap Yuri.
Namun, hasil ini belum terkonfirmasi berdasarkan pemeriksaan real time PCR.
3. Kontak erat
Yuri mengatakan, kondisi ini adalah ketika individu melakukan kontak dengan kasus konfirmasi positif atau dengan kasus probable.
4. Kasus konfirmasi
Yuri menuturkan, individu yang dinyatakan dengan kondisi ini sudah melalui konfirmasi real time PCR dengan hasil positif.
"Bisa dengan gejala (simptomatik) atau tanpa gejala (asimptomatik)," tambah Yuri.
Cara identifikasi dipastikan tetap sama
Meski ada perubahan istilah operasional, Yuri menegaskan, cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi kasus Covid-19 tetap sama seperti sebelumnya.
Menurutnya, cara mengidentifikasi Covid-19 adalah dengan tetap menggunakan basis penegakan diagnosis pemeriksaan antigen real time PCR atau pemeriksaan menggunakan TCM.
"Atau dengan memggunakan TCM. Sekali lagi ini tetap berbasis pada pemeriksaan antigen, bukan (berbasis) antibodi," tutur Yuri.
Perubahan segera disosialisasikan
Dalam kesempatan yang sama, Yuri menyebut Keputusan Menkes yang baru ini merupakan revisi kelima atas aturan yang sama sebelumnya.
Dengan adanya Keputusan Menkes terbaru ini sekaligus mencabut Keputusan Menkes sebelumnya (revisi keempat).
"Revisi saat ini adalah serial yang kita gunakan sebagai pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19," ungkap Yuri.
Baca juga: Kepala Bappeda Jatim Meninggal karena Covid-19, Tertular Ayahnya Saat Mengantar Berobat
Harapannya, aturan yang baru ini bisa menjadi pedoman bagi pengendalian Covid-19 baik oleh pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
Selain itu, aturan ini ditujukan untuk menjadi pedoman fasilitas di Tanah Air, bagi seluruh tenaga kesehatan, serta semua pihak yang ikut memberikan upaya dalam pengendalian Covid-19.
Menurut Yuri, Kemenkes langsung menggelar sosialisasi perubahan istilah operasional ini kepada Dinas Kesehatan seluruh Indonesia dan pihak terkait.
Sosialisasi yang digelar secara daring ini melibatkan Dinas Kesehatan seluruh Indonesia.
"Kita segera mulai secara daring pada Rabu (15/7/2020) sampai Selasa pekan depan," tambah Yuri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.