Di hadapan Presiden, Hoegeng membenarkan bahwa dirinya memang didatangi oleh yang bersangkutan di kantor dan di rumahnya.
Secara rinci Hoegeng menyebutkan tanggal dan pertemuannya, serta isi detail pembicaraannya.
Hoegeng juga membeberkan jawabannya setelah diajak yang bersangkutan untuk menggulingkan Menteri/Pangak Jenderal Pol Soetjipto.
Baca juga: Gubernur Ganjar Usulkan Jenderal Hoegeng Jadi Pahlawan Nasional
"Dalam pertemuan itu, Hoegeng memang diajak untuk ikut menggulingkan Menpagak. Namun, di catatan buku itu, Hoegeng menyatakan tak bersedia ikut mendongkel Menteri/Pangak. Selama Pak Tjipto adalah atasan Hoegeng, Hoegeng tidak mau mendongkelnya. Apapun alasannya," tegas Hoegeng.
"Jadi jangan memutarbalikkan fakta begitu Mas, Wong sampeyan sendiri yang mengajak untuk mendongkel Pak Tjipto, mengapa Hoegeng yang kemudian dituduh ?" jelas Hoegeng sambil membacakan dan menunjukkan catatan Kepada Presiden dan orang yang bersangkutan.
Di catatan itu, Hoegeng menunjukkan orang tersebut dua kali dan ke rumahnya saat mengajak Hoegeng untuk ikut menumbangkan Soetjipto.
Namun, Hoegeng tetap tidak bisa dibujuk untuk merebut jabatan orang lain tanpa hak dan mengorbankan orang lain.
Akhirnya, Presiden bertanya kepada yang bersangkutan. "Apakah yang diceritakan Hoegeng itu benar?" tanya Soekarno.
Polisi itu lalu menjawab "Inggih Kasinggian (ya betul)," jawab polisi itu.
Baca juga: Sulit Mencari Kapolri seperti Hoegeng
Hoegeng kemudian meminta yang bersangkutan untuk tidak lagi memutarbalikkan fakta. Presiden Soekarno menegurnya dan menganggap persoalannya selesai.
Dengan alasan tidak mau mempermalukan pihak lain, pihak yang mengetahui cerita ini sengaja tidak mau menyebutkan siapa orang yang dimaksud Hoegeng yang telah mencoba memfitnahnya lewat Presiden Soekarno itu.
Sejarah kemudian mencatat, seusai jabatan Soetjipto Joedodihardjo sebgai Kapolri berakhir, Hoegeng ditunjuk untuk menggantikan.
Jenderal Hoegeng Iman Santoso menjadi Kapolri ke-5 sejak 1968 hingga 1971.
Masih dituturkan Suhartono, salah seorang anak Hoegeng yang bernama Didit mengatakan buku besar yang ditulis ayahnya sering dibacakan untuk anak-anaknya.
"Dengan demikian kita bisa belajar dan memahami apa yang sudah kita lakukan dan kerjakan setiap saat. Itu ajaran Papi," kata Didit.
Sayangnya, buku besar itu tak bisa diselamatkan. Buku-buku tersebut kehujanan dan akhirnya rusak saat Hoegeng pindah rumah dari Jalan Madura, Menteng, menuju rumahnya di Depok, Jawa Barat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.