JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkap sejumlah alasan kelompok buruh mundur dari tim teknis pembahasan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, khususnya terkait klaster ketenagakerjaan.
"Pertama, tim tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan dan kesepakatan apapun. Tetapi hanya mendengarkan masukan dari masing-masing unsur," ujar Said dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (14/7/2020).
Baca juga: Buruh Mundur dari Tim Teknis Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Ada Apa?
Unsur yang dimaksud Said yakni pemerintah, serikat pekerja, dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) maupun Kamar Dagang dan Industri (Kadin).
Alasan kedua, kata Said, unsur Apindo maupun Kadin mengembalikan konsep RUU usulan dari unsur serikat pekerja.
Pihaknya semakin kecewa lantaran Apindo dan Kadin tidak mau menyerahkan usulan konsep secara tertulis.
Menurut Said, Apindo dan Kadin telah bersikap arogan karena telah mendapat dukungan dari unsur pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan.
"Barangkali mereka merasa di atas angin karena merasa didukung oleh unsur pemerintah," kata Said.
Baca juga: Lewat RUU Cipta Kerja, Pemerintah Bisa Tentukan Tarif Listrik Tanpa Persetujuan DPR
Alasan ketiga, lanjut Said, ada kesan pembahasan akan dipaksakan selesai pada tanggal 18 Juli 2020. Dengan jumlah pertemuan yang hanya empat hingga lima kali, serikat buruh memiliki dugaan ini hanya jebakan dan alat untuk mendapatkan legitimasi dari buruh.
"Karena tidak mungkin membahas pasal-pasal yang sedemikian berat hanya dalam 4-5 kali pertemuan," tegas dia.
Alasan selanjutnya, masukan yang disampaikan hanya sekedar ditampung. Artinya, tidak ada kesepakatan dan keputusan apapun dalam bentuk rekomendasi dalam menyelesaikan substansi masalah RUU Cipta Kerja.
Padahal, kata Said, ada sejumlah substansi persoalan yang harus diselesaikan dalam RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan, yakni Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK) hingga pemberlakuan upah per jam di bawah upah minimum.
“Berdasarkan empat alasan di atas, kami dari KSPI, KSPSI AGN, dan FSP Kahutindo keluar dan mengundurkan diri dari tim teknis Omnibus Law RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan," ucap Said.
Baca juga: Pekerja Sektor Ketenagalistrikan Tolak RUU Cipta Kerja, ini Alasannya
Semula, tim teknis dibentuk untuk mencari jalan keluar atas buntunya pembahasan klaster ketenagakerjaan. Termasuk menindaklanjuti kebijakan Presiden Jokowi dan Ketua DPR RI yang menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan.
Dari unsur serikat buruh, mereka mewakilkan 15 anggotanya dalam tim teknis tersebut. Antara lain dari KSPI, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), hingga Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Perhutanan Indonesia (FSP Kahutindo).
Dalam perjalanannya, kata Said, tim ini bertemu untuk kali pertama pada Rabu (8/7/2020).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.