JAKARTA, KOMPAS.com - Djoko S Tjandra mengajukan pembuatan paspor di Kantor Imigrasi Jakarta Utara pada 22 Juni 2020.
Paspor terbit sehari setelahnya, 23 Juni 2020, diambil suruhannya pakai surat kuasa,
Dalam rapat Direktur Jenderal Imigrasi Jhoni Ginting bersama Komisi III DPR, Senin (13/7/2020), kebanyakan para anggota fraksi pun mengkritik betapa mudahnya paspor diterbitkan bagi Djoko yang bertatus buron.
Anggota Komisi III dari Fraksi PPP, Arsul Sani, mengatakan pihak keimigrasian semestinya tahu bahwa Djoko merupakan seorang buron selama bertahun-tahun dalam kasus pengalihan hak tagih utang atau cessie PT Bank Bali.
Baca juga: Djoko Tjandra Dianggap Imigrasi Penuhi Kriteria, Apa Syarat Pembuatan Paspor?
Apalagi, kata dia, Djoko Tjandra juga diketahui berstatus sebagai warga negara Papua Nugini.
"Bapak (Dirjen Imigrasi) juga pasti tahu dan membaca, tidak mungkin jajaran imigrasi tidak tahu soal ini. Bagaimana seorang WNA bisa mendapatkan paspor? Bagaimana Imigrasi Jakarta Utara kalau yang saya lihat dapat mengeluarkan paspor?" kata Arsul dalam rapat.
Arsul pun mempertanyakan koordinasi Ditjen Imigrasi dengan Kejaksaan Agung.
Meski saat ini status Djoko Tjandra sebagai DPO telah dicabut, tetapi Djoko merupakan pelaku tindak pidana yang berkekuatan hukum tetap.
"Terlepas status buronnya sudah dicabut, nanti kita akan tanyakan sendiri ketika rapat kerja dengan kepolisian, saya kira ini kewajiban warga negara jika tahu pelaku kejahatan, apalagi sudah terpidana wajib melaporkan ke pihak berwajib. Apakah ini sudah dilakukan?" ujarnya.
Baca juga: Soal Djoko Tjandra, Mendagri: Yang Salah Itu Kenapa Bisa Masuk Indonesia
Anggota Komisi III dari Fraksi PAN, Sarifuddin Suding, menyampaikan hal senada. Suding mengatakan masuknya Djoko Tjandra ke Indonesia merupakan sebuah ironi.
Ia mengatakan, perihal Djoko Tjandra menjadi WNA pun sudah jadi informasi umum. Namun, ia heran mengapa dia bisa dengan bebasnya masuk ke wilayah Indonesia.
"Saya kira memang sungguh sangat ironi seorang Djoko Tjandra yang buron sejak 2008 dan oleh KPK sudah melakukan pencegahan ke luar negeri, kemudian disebutkan masuk red notice sebagai seorang buron sejak 2015," kata Suding.
Ia pun menduga ada skenario besar di balik masuknya kembali Djoko Tjandra ke Indonesia. Kecurigaan ini berangkat dari dicabutnya nama Djoko dari daftar red notice oleh Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol.
"Saya kira memang ini ada satu skenario besar kalau dilihat dari tanggal-tanggalnya sampai pihak imigrasi mengeluarkan paspor kepada yang bersangkutan," tuturnya.
Baca juga: Soal Penerbitan e-KTP, Tito: Dukcapil Tak Tahu Status Buron Djoko Tjandra
Selain itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, menilai ada perlakuan berbeda yang diberikan aparat penegak hukum terhadap Djoko.
Salah satunya yaitu diterbitkannya surat pemberitahuan oleh NCB Interpol kepada Direktorat Jenderal Imigrasi, terkait status red notice Djoko yang telah terhapus dari basis data sejak 2014.
Surat pemberitahuan itu, imbuh dia, dikirimkan oleh Sekretaris NCB Interpol pada 5 Mei lalu.
Surat tersebut dikirimkan dengan alasan red notice Djoko telah terhapus sejak 2014 karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung.
Baca juga: Dibanding Buronan Lain, MAKI Sebut Djoko Tjandra Dapat Perlakuan Berbeda
Menurut dia, tidak seharusnya Sekretaris NCB Interpol Indonesia menerbitkan dan mengirimkan surat tersebut kepada Dirjen Imigrasi.
"Hal ini berbeda perlakuan terhadap buron lain di luar Djoko Tjandra yang mana Sekretaris NCB Interpol Indonesia diduga sebagian besar tidak pernah menerbitkan dan mengirim surat kepada Dirjen Imigrasi atas berakhirnya masa cekal terhadap status buron yang masanya melebihi enam bulan," kata Boyamin, Senin (13/7/2020).
Ditjen Imigrasi selidiki penerbitan paspor
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting menyatakan, pihaknya akan menyelidiki penerbitan paspor untuk buronan kasus pengalihan hak tagih utang (cessie) PT Bank Bali tersebut.
Jhoni mengaku sudah memerintahkan Direktur Intelijen Keimigrasian untuk menelusuri dugaan pelanggaran pada penerbitan paspor Djoko. Ia pun menegaskan akan menindak apabila ada oknum di Ditjen Imigrasi yang terlibat.
"Kami buatkan surat perintah penyelidikan terhadap itu. Direktur Intelijen sudah turun, bertanya terus, apakah ada (dugaan pelanggaran). Kalau ada, sikat, tidak ada kompromi. Zero tolerance," kata Jhoni dalam rapat bersama Komisi III DPR, Senin (13/7/2020).
Baca juga: Anggota Komisi III DPR Cecar Dirjen Imigrasi soal Djoko Tjandra
Jhoni menuturkan, secara prosedur formal, Djoko Tjandra memenuhi syarat pembuatan paspor. Djoko, kata dia, memiliki KTP dan mengantongi paspor RI yang dibuat pada 2007.
Berdasarkan pengecekan, paspor RI itu pun tidak digunakan Djoko saat keluar dari Indonesia beberapa hari sebelum putusan Mahkamah Agung memvonisnya bersalah pada 11 Juni 2009.
"Persyaratan buat paspor yang pertama adakah KTP, dia (Djoko Tjandra) memiliki KTP. Dan ada paspor lamanya yang 2007 dibuat dan berakhir tahun 2012 yang mana perangkat waktu itu tidak menggunakan paspor itu waktu satu atau dua hari sebelum putusan," tutur Jhoni.
Ia pun mengatakan, tidak ada notifikasi apapun dari sistem keimigrasian. Karena itu, Imigrasi Jakarta Utara dapat menerbitkan paspor untuk Djoko.
"Di sistem clear, DPO clear, jadi dari sistem tidak ada hambatan beliau membuat paspor," ujar dia.
Baca juga: MAKI: Djoko Tjandra Dapat Surat Jalan untuk Bepergian di Indonesia
Selain itu, menurut Jhoni, Djoko tidak pernah mengajukan pelepasan status sebagai warga negara Indonesia (WNI).
Jhoni menjelaskan, Djoko tidak menyerahkan paspor RI ketika membuat paspor Papua Nugini.
Ia mengatakan, Djoko Tjandra semestinya menyerahkan paspor Indonesia sebagai syarat formal melepaskan status kewarganegaraan Indonesia.
Selanjutnya, pelepasan status WNI diputuskan lewat keputusan presiden.
Namun, prosedur tersebut tidak ditempuh Djoko Tjandra. Karena itu, Jhoni meragukan perolehan status Djoko Tjandra sebagai warga negara Papua Nugini.
"Dia harus mengajukan bahwa dia ingin melepaskan kewarganegaraan. Dan itu ending-nya adalah keputusan presiden. Kalau di sini dia (Djoko Tjandra) sah ada KK, nah di sana perolehannya benar atau tidak kami kurang tahu," kata Jhoni.
Baca juga: Ditjen Imigrasi Selidiki Penerbitan Paspor untuk Djoko Tjandra
Jhoni pun mengatakan, belakangan pemerintah Papua Nugini juga meragukan kewarganegaraan Djoko Tjandra.
Menurut informasi yang ia terima, paspor Papua Nugini Djoko Tjandra telah dicabut.
"Paspor PNG yang bersangkutan hanya dua tahun, ini informasi yang kita dapat dari KBRI. Lalu dicabut pemerintah PNG karena pemerintah setempat meragukan peroleh kewarganegaraan tersebut," terangnya.
Komisi III DPR pun sepakat persoalan Djoko ini bukan hanya tanggung jawab Ditjen Imigrasi.
Selanjutnya, mereka akan memanggil seluruh instansi terkait, yaitu Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.