Salah satunya yaitu diterbitkannya surat pemberitahuan oleh NCB Interpol kepada Direktorat Jenderal Imigrasi, terkait status red notice Djoko yang telah terhapus dari basis data sejak 2014.
Surat pemberitahuan itu, imbuh dia, dikirimkan oleh Sekretaris NCB Interpol pada 5 Mei lalu.
Surat tersebut dikirimkan dengan alasan red notice Djoko telah terhapus sejak 2014 karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung.
Baca juga: Dibanding Buronan Lain, MAKI Sebut Djoko Tjandra Dapat Perlakuan Berbeda
Menurut dia, tidak seharusnya Sekretaris NCB Interpol Indonesia menerbitkan dan mengirimkan surat tersebut kepada Dirjen Imigrasi.
"Hal ini berbeda perlakuan terhadap buron lain di luar Djoko Tjandra yang mana Sekretaris NCB Interpol Indonesia diduga sebagian besar tidak pernah menerbitkan dan mengirim surat kepada Dirjen Imigrasi atas berakhirnya masa cekal terhadap status buron yang masanya melebihi enam bulan," kata Boyamin, Senin (13/7/2020).
Ditjen Imigrasi selidiki penerbitan paspor
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting menyatakan, pihaknya akan menyelidiki penerbitan paspor untuk buronan kasus pengalihan hak tagih utang (cessie) PT Bank Bali tersebut.
Jhoni mengaku sudah memerintahkan Direktur Intelijen Keimigrasian untuk menelusuri dugaan pelanggaran pada penerbitan paspor Djoko. Ia pun menegaskan akan menindak apabila ada oknum di Ditjen Imigrasi yang terlibat.
"Kami buatkan surat perintah penyelidikan terhadap itu. Direktur Intelijen sudah turun, bertanya terus, apakah ada (dugaan pelanggaran). Kalau ada, sikat, tidak ada kompromi. Zero tolerance," kata Jhoni dalam rapat bersama Komisi III DPR, Senin (13/7/2020).
Baca juga: Anggota Komisi III DPR Cecar Dirjen Imigrasi soal Djoko Tjandra
Jhoni menuturkan, secara prosedur formal, Djoko Tjandra memenuhi syarat pembuatan paspor. Djoko, kata dia, memiliki KTP dan mengantongi paspor RI yang dibuat pada 2007.
Berdasarkan pengecekan, paspor RI itu pun tidak digunakan Djoko saat keluar dari Indonesia beberapa hari sebelum putusan Mahkamah Agung memvonisnya bersalah pada 11 Juni 2009.
"Persyaratan buat paspor yang pertama adakah KTP, dia (Djoko Tjandra) memiliki KTP. Dan ada paspor lamanya yang 2007 dibuat dan berakhir tahun 2012 yang mana perangkat waktu itu tidak menggunakan paspor itu waktu satu atau dua hari sebelum putusan," tutur Jhoni.
Ia pun mengatakan, tidak ada notifikasi apapun dari sistem keimigrasian. Karena itu, Imigrasi Jakarta Utara dapat menerbitkan paspor untuk Djoko.
"Di sistem clear, DPO clear, jadi dari sistem tidak ada hambatan beliau membuat paspor," ujar dia.
Baca juga: MAKI: Djoko Tjandra Dapat Surat Jalan untuk Bepergian di Indonesia
Selain itu, menurut Jhoni, Djoko tidak pernah mengajukan pelepasan status sebagai warga negara Indonesia (WNI).