Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dirjen Imigrasi: Djoko Tjandra Tak Lepaskan Kewarganegaraan Indonesia

Kompas.com - 13/07/2020, 17:30 WIB
Tsarina Maharani,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Jhoni Ginting mengatakan, Djoko S Tjandra tidak pernah mengajukan pelepasan status sebagai warga negara Indonesia (WNI).

Jhoni menjelaskan, buronan kasus pengalihan hak tagih utang (cessie) PT Bank Bali itu, tidak menyerahkan paspor Indonesia ketika membuat paspor Papua Nugini.

"Yang bersangkutan tidak melepaskan kewarganegaraan WNI karena kita menganut stelsel aktif. Kalau dia waktu itu membuat paspor Papua Nugini, dia pasti menyerahkan secara normatif secara prosedur ke perwakilan kita," ujar Jhoni dalam rapat bersama Komisi III DPR, Senin (13/7/2020).

Baca juga: Anggota Komisi III DPR Cecar Dirjen Imigrasi soal Djoko Tjandra

Ia mengatakan, Djoko Tjandra semestinya menyerahkan paspor Indonesia sebagai syarat formal melepaskan status kewarganegaraan Indonesia.

Selanjutnya, pelepasan status WNI diputuskan lewat keputusan presiden.

Namun, prosedur tersebut tidak ditempuh Djoko Tjandra. Karena itu, Jhoni meragukan status Djoko Tjandra sebagai warga negara Papua Nugini.

"Dia harus mengajukan bahwa dia ingin melepaskan kewarganegaraan. Dan itu ending-nya adalah keputusan presiden. Kalau di sini dia (Djoko Tjandra) sah ada KK, nah di sana perolehannya benar atau tidak kami kurang tahu," kata Jhoni.

Baca juga: Dirjen Imigrasi: Djoko Tjandra Penuhi Syarat Bikin Paspor Indonesia

Jhoni pun mengatakan, belakangan Pemerintah Papua Nugini juga meragukan kewarganegaraan Djoko Tjandra.

Menurut informasi yang ia terima, paspor Papua Nugini Djoko Tjandra telah dicabut.

"Paspor PNG yang bersangkutan hanya dua tahun, ini informasi yang kita dapat dari KBRI. Lalu dicabut pemerintah PNG karena pemerintah setempat meragukan peroleh kewarganegaraan tersebut," ucap Jhoni.

Sementara itu, di lain sisi, Jhoni menyatakan, pihaknya akan menyelidiki penerbitan paspor Indonesia untuk Djoko Tjandra.

Jhoni mengaku sudah memerintahkan Direktur Intelijen Keimigrasian untuk menelusuri dugaan pelanggaran pada penerbitan paspor Djoko Tjandra.

Baca juga: MAKI: Djoko Tjandra Dapat Surat Jalan untuk Bepergian di Indonesia

Ia menegaskan akan menindak jika ada oknum di Ditjen Imigrasi yang terlibat.

"Kami buatkan surat perintah penyelidikan terhadap itu. Direktur Intelijen sudah turun, bertanya terus, apakah ada. Kalau ada sikat, tidak ada kompromi. Zero tolerance," kata dia.

Jhoni menuturkan, Djoko Tjandra memenuhi syarat utama pembuatan paspor secara prosedur formal. Djoko, kata dia memiliki KTP dan mengantongi paspor RI yang dibuat pada 2007.

"Persyaratan buat paspor yang pertama adakah KTP, dia (Djoko Tjandra) memiliki KTP. Dan ada paspor lamanya yang 2007 dibuat dan berakhir tahun 2012 yang mana perangkat waktu itu tidak menggunakan paspor itu waktu satu atau dua hari sebelum putusan," tutur Jhoni.

Baca juga: Anies Nonaktifkan Lurah Grogol Selatan Terkait Penerbitan e-KTP Djoko Tjandra

Selain itu, ia mengatakan tidak ada notifikasi apapun dari sistem keimigrasian. Karena itu, Imigrasi Jakarta Utara dapat menerbitkan paspor untuk Djoko Tjandra.

"Di sistem clear, DPO clear, jadi dari sistem tidak ada hambatan beliau membuat paspor," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com