Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/07/2020, 12:00 WIB
|
Editor Bayu Galih

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, Presiden Joko Widodo melanggengkan pelanggaran yang terjadi dalam program Kartu Prakerja dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2020 tentang Kartu Prakerja.

"Alih-alih perpres baru ini merespons berbagai catatan kelemahan program pra kerja, terdapat empat persoalan baru yang muncul," kata Peneliti ICW Wana Alamsyah dalam siaran pers, Senin (13/7/2020).

Persoalan pertama, lewat Pasal 31B dalam Perpres 76/2020 tersebut, Jokowi dianggap sewenang-wenang dengan memberikan impunitas kepada Komite Cipta Kerja dan Manajemen Pelaksana.

Baca juga: Jokowi Tetapkan Penunjukkan Lembaga Pelatihan Kartu Prakerja Tak Perlu Lelang, Apa Alasannya?

Kemudian, Jokowi juga dinilai menormalisasi praktik konflik kepentingan yang dilakukan oleh Pasal 31B ayat (1) dan 31B ayat (2) huruf c.

Padahal, kajian KPK menunjukkan lima dari delapan platform digital memiliki konflik kepentingan karena sekaligus bertindak sebagai lembaga pelatihan.

"Hal ini menandakan bahwa Presiden Joko Widodo tidak mementingkan aspek integritas dalam pembuatan kebijakan," kata Wana.

Diketahui, Pasal 31B ayat (1) Perpres 76/2020 berbunyi, "Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Komite Cipta Kerja dan tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan Program Kartu Prakerja oleh Manajemen Pelaksana sebelum Peraturan Presiden ini mulai berlaku dinyatakan sah sepanjang didasarkan pada iktikad baik."

Sedangkan, Pasal 31B ayat (2) huruf c Perpres 76/2020 berbunyi, "Kebijakan dan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: … program Pelatihan yang telah dikurasi oleh Manajemen Pelaksana dan dipilih oleh penerima Kartu Prakerja."

Baca juga: Survei Alvara: Bantuan Tunai dan Sembako Lebih Dibutuhkan dari Kartu Prakerja

Persoalan kedua, Pemerintah dinilai tidak memiliki konsep yang jelas mengenai program Kartu Prakerja sehingga menimbulkan inkonsistensi dan kerancuan.

Sebab, Pasal 12A ayat (1) Perpres 76/2020 menyebutkan bahwa pelaksanaan program Kartu Prakerja sebagai bentuk bantuan sosial dalam masa pandemi Covid-19.

Padahal, berdasarkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, program Kartu Prakerja merupakan strategi untuk meningkatkan sumber daya manusia.

"Pencantuman klausul ini patut diduga hanya untuk menjustifikasi skema penanggulangan Kartu Prakerja sebagai mekanisme bantuan sosial sehingga tidak perlu menerapkan mekanisme tender untuk memilih mitra platform," kata Wana.

Baca juga: Perpres Kartu Prakerja Baru Dinilai Sudah Masukkan Rekomendasi KPK

Ketiga, Pemerintah dinilai mengenyampingkan mekanisme pengadaan barang dan jasa sebagai instumen memilih delapan platform digital sebagaimana tertuang dalam Pasal 31A.

Pasal tersebut menyatakan, pemilihan platform digital dan lembaga pelatihan tetap memperhatikan prinsip pengadaan barang diantaranya transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel.

"Namun pada saat proses pemilihan delapan platform digital nyatanya pemerintah abai untuk menggunakan prinsip pengadaan," kata Wana.

Baca juga: Jokowi Teken Perpres Kartu Prakerja Baru, Penunjukan Lembaga Pelatihan Tak Wajib lewat Tender

Keempat, Pemerintah terkesan berpihak pada pengusaha dibanding ke masyarakat.

Dilihat dari proporsi anggaran, Pemerintah memberi insentif sebesar Rp 5,6 triliun kepada delapan platform digital sedangkan insentif yang diterima individu hanya Rp 2,55 juta.

"Selain itu, keberpihakan Presiden Joko Widodo dapat terlihat dari skema program yang menitikberatkan pada aspek jual beli pelatihan daring yang sebenarnya dapat diakses secara gratis oleh masyarakat," kata Wana.

Oleh karena itu, ICW pun mendesak Jokowi mencabut Perpres 76/2020 dan menghentikan sementara pelaksanaan program Kartu Prakerja hingga ada hasil evaluasi menyeluruh.

ICW juga mendesak KPK segera melakukan langkah hukum dengan menyelidiki potensi kerugian negara akibat pelaksanaan program Kartu Prakerja.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Eks Hakim Kritik DPR karena Ancam MK Jelang Putusan Sistem Pemilu

Eks Hakim Kritik DPR karena Ancam MK Jelang Putusan Sistem Pemilu

Nasional
Sakit, 2 Jemaah Haji Kloter Pertama Tidak Diberangkatkan ke Makkah

Sakit, 2 Jemaah Haji Kloter Pertama Tidak Diberangkatkan ke Makkah

Nasional
PDI-P: 1.375 Organisasi Daftar Jadi Relawan Ganjar

PDI-P: 1.375 Organisasi Daftar Jadi Relawan Ganjar

Nasional
Banyak Korban Perdagangan Orang Meninggal Saat Jadi TKI, Migrant Care Ungkap Penyebabnya

Banyak Korban Perdagangan Orang Meninggal Saat Jadi TKI, Migrant Care Ungkap Penyebabnya

Nasional
KPU Yakin Putusan MK soal Sistem Pemilu Tak Ganggu Tahapan Berjalan

KPU Yakin Putusan MK soal Sistem Pemilu Tak Ganggu Tahapan Berjalan

Nasional
1.897 Jemaah Haji Bergeser dari Madinah ke Makkah

1.897 Jemaah Haji Bergeser dari Madinah ke Makkah

Nasional
Eks Hakim: MK Harus Punya Alasan Mendasar jika Ubah Sistem Pemilu

Eks Hakim: MK Harus Punya Alasan Mendasar jika Ubah Sistem Pemilu

Nasional
Relawan Buruh Sahabat Jokowi Pimpinan Andi Gani Akan Berubah Jadi Relawan Ganjar

Relawan Buruh Sahabat Jokowi Pimpinan Andi Gani Akan Berubah Jadi Relawan Ganjar

Nasional
KRI Bung Karno-369 Jadi Kapal Korvet Pertama Pabrikan Lokal

KRI Bung Karno-369 Jadi Kapal Korvet Pertama Pabrikan Lokal

Nasional
Cerita Ganjar soal Ponselnya yang Eror Setelah Ia Diumumkan sebagai Capres PDI-P

Cerita Ganjar soal Ponselnya yang Eror Setelah Ia Diumumkan sebagai Capres PDI-P

Nasional
Argumen KPK Tolak Diperiksa Ombudsman Dinilai Keliru

Argumen KPK Tolak Diperiksa Ombudsman Dinilai Keliru

Nasional
Kemenaker dan Stakeholders Deklarasikan Komitmen Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja

Kemenaker dan Stakeholders Deklarasikan Komitmen Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja

Nasional
Sebulan Tak Bisa Akses Data Pencalegan, Bawaslu Siap Laporkan KPU ke DKPP

Sebulan Tak Bisa Akses Data Pencalegan, Bawaslu Siap Laporkan KPU ke DKPP

Nasional
Ganjar Cerita soal Disabilitas dari Pangandaran yang Datang ke Rumahnya di Semarang dengan Sepeda Motor

Ganjar Cerita soal Disabilitas dari Pangandaran yang Datang ke Rumahnya di Semarang dengan Sepeda Motor

Nasional
Megawati Ingin Indonesia Perbanyak Alutsista Maritim Pabrikan Lokal

Megawati Ingin Indonesia Perbanyak Alutsista Maritim Pabrikan Lokal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com